JAKARTA - Wakil Ketua MPR Muhammad Hidayat Nur Wahid (HNW) memberi apresiasi atas disepakatinya Deklarasi Beijing yang menyatukan Hamas dan Fatah. Setelah melalui perjalanan panjang, akhirnya Hamas, Fatah, dan 12 faksi lainnya di Palestina menandatangani ‘Piagam Deklarasi Beijing’.
Piagam yang ditandatangani di Beijing, China, pada 23 Juli 2024, itu berisi mengakhiri perselisihan antarfaksi dan menyatakan bersatu untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional Palestina.
Setelah faksi-faksi di Palestina berseteru, terutama Hamas dan Fatah, sejak tahun 2007 dan berkonflik selama 17 tahun, akhirnya di bulan Juli tahun ini mereka berhasil bersatu kembali karena peran China sebagai mediator.
“China juga sudah meredakan ketegangan hubungan politik antara Iran dan Saudi Arabia. China memang punya visi ingin menjadi pemain global yang sangat berpengaruh dengan kekuatan politik, ekonomi, dan militernya,” ujar HNW kepada wartawan selepas menerima delegasi DPP Himpunan Pemuda Al-Khairiyah di Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Jumat (25/7).
Apa yang diputuskan di negara yang dijuluki Tirai Bambu itu menurut HNW setelah ada berbagai keputusan penting dunia yang menyangkut kejahatan yang dilakukan Israel.
Sebelumnya Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas kejahatan perang dan pelanggaran HAM yang dilakukan di Jalur Gaza.
Setelah ICC, selanjutnya International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional memutuskan pendudukan Israel atas Palestina adalah ilegal. Dalam putusan disebutkan Israel berkewajiban untuk segera menghentikan semua aktivitas permukiman baru dan mengevakuasi semua pemukim dari wilayah-wilayah yang diduduki.
Tak hanya itu, ICJ mendorong agar anggota PBB mengakui kemerdekaan Palestina dan secepatnya Dewan Keamanan PBB melakukan sidang umum untuk segera menindaklanjuti Keputusan ICC dan ICJ untuk menghukum Israel.
Meski China sukses mempersatukan Hamas, Fatah, dan 12 faksi lainnya namun menurut HNW usaha untuk menyatukan mereka sudah pernah dilakukan baik oleh Saudi Arabia lewat pertemuan di Makkah maupun dorongan dari Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Terlepas dari siapapun yang berperan dalam mendukung kemerdekaan Palestina, alumni Universitas Madinah, Saudi Arabia, itu menegaskan dengan Deklarasi Beijing, bangsa Palestina selanjutnya bisa membentuk satu pemerintahan bersama untuk mengelola Gaza dan Ramallah serta berjuang membebaskan bangsanya dari penjajahan Israel.
“Jadi momentum bersatunya berbagai faksi tersebut sangat positif”, tuturnya. “Deklarasi Beijing momentum untuk bersatu kembali melawan kejahatan Israel,” katanya.
HNW mendorong deklarasi itu segera direalisasikan dan diaktualisasikan. Sebab, meski ICC dan ICJ sudah memutuskan kejahatan yang dilakukan oleh Israel, namun bangsa penjajah itu masih tidak menghentikan serangan dan terus melakukan kejahatan perang yang brutal di Gaza yang membuat semakin banyaknya korban dari kaum perempuan, anak-anak, wartawan, dan penghancuran berbagai fasilitas umum maupun tempat ibadah, seperti masjid dan gereja.
“Meski berbagai lembaga peradilan internasional menjatuhkan sanksi pada Israel namun ia tetapi melakukan kejahatan kepada Palestina,” kata HNW menyesalkan.
Perjanjian rekonsiliasi dan persatuan itu dikatakan sebagai salah satu pintu untuk memenangkan perjuangan Palestina. Bila sudah sepakat damai dan bersatu diharap agar semua faksi betul-betul berkomitmen untuk menjaga komunike bersama.
“Kesepakatan yang mereka tandatangani penting untuk dijaga dan terus dilaksanakan, agar dapat mengakhiri penjajahan Israel dan menghadirkan kemerdekaan Palestina dengan ibukotanya Jerussalem,” kata HNW.