• News

Lestari Moerdijat Minta Tumpang Tindih Aturan di Pendidikan Tinggi segera Diperbaiki

Agus Mughni Muttaqin | Kamis, 27/02/2025 22:05 WIB
Lestari Moerdijat Minta Tumpang Tindih Aturan di Pendidikan Tinggi segera Diperbaiki Wakil Ketua MPR RI sekaligus anggota Komisi X DPR RI, Lestari Moerdijat (Foto: Humas MPR)

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI sekaligus anggota Komisi X DPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, tumpang tindih aturan perundang-undangan terkait penyelenggaraan pendidikan tinggi harus segera diakhiri dengan didahului pemetaan yang jelas untuk memperbaikinya.

"Karena antara peraturan satu dan lainnya jelas-jelas bertentangan, sehingga penting untuk menetapkan prioritas aturan mana yang krusial untuk dibenahi," kata Lestari dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) dengan Komisi X DPR RI di ruang rapat Komisi X DPR RI, Gedung Nusantara I, Kompleks MPR RI/DPR RI/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/2).

Lestari menegaskan, salah satu contoh tumpang tindih peraturan itu terlihat pada PP No. 37/2009 Pasal 26 yang merupakan turunan dari UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan kesempatan dosen untuk meningkatkan kompetensi disyaratkan mengikuti diklat, seminar, loka karya, serta kegiatan lainnya.

Sedangkan pada PP No. 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang merupakan turunan dari UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, pelaksanaan pengembangan kompetensi dosen dilakukan paling lama 24 jam pelajaran dalam satu tahun masa perjanjian kerja.

Menurut Rerie, tumpang tindih aturan yang melahirkan tafsir yang beragam harus segera diperbaiki. "Kita harus membiasakan diri untuk tidak menabrak aturan yang ada," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Rerie yang juga anggota DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, mendukung usulan MPRTNI untuk merelaksasi blokir efisiensi anggaran pada program/kegiatan prioritas, sebagai konsekuensi pelaksanaan Inpres No. 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

Relaksasi blokir efisiensi anggaran itu, tambah dia, dapat dilakukan pada anggaran penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi seperti Bantuan Opersional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) belanja operasional, Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), bantuan Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP), dan Penerimaan Negara Bukan Pajak/Badan Layanan Umum (PNBP/BLU).

Rerie mendorong pelaksanaan efisiensi anggaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) tetap mengacu pada ketentuan dalam Inpres No. 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

Pada pelaksanaan otonomi perguruan tinggi, Rerie berharap, MRPTNI bisa memberi petunjuk yang jelas terkait sejumlah permasalahan yang dihadapi, terutama perihal sinkronisasi otonomi akademik.

Lebih jauh, Rerie juga meminta MRPTNI bisa memberi informasi terkait standarisasi biaya minimum dalam menentukan uang kuliah tunggal di perguruan tinggi. Dengan begitu, tambah dia, tidak terjadi lagi setoran uang kuliah diblokir.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu juga mengingatkan bahwa saat ini cukup banyak dosen dengan keahlian tertentu akan memasuki masa pensiun.

Sehingga, tambah Rerie, perlu segera dicarikan solusi untuk menyediakan dosen pengganti setelah dosen-dosen senior itu pensiun, mengingat rumitnya persyaratan administrasi untuk menjadi dosen yang dinilai memenuhi kompetensi.

"Bila dampak kondisi itu tidak segera diantisipasi, nasib keberlanjutan belajar para mahasiswa jadi tidak jelas," ujarnya.