JAKARTA - Serangan bom di gimnasium universitas di Filipina selatan telah menewaskan empat orang dan melukai beberapa lainnya.
Ledakan itu terjadi di gimnasium Universitas Negeri Mindanao di Kota Marawi saat kebaktian massal Katolik pada Minggu pagi (3/12/2023).
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mengutuk serangan itu dan mengatakan dia telah menginstruksikan polisi dan angkatan bersenjata untuk menjamin keselamatan masyarakat.
“Saya mengutuk keras tindakan tidak masuk akal dan paling keji yang dilakukan oleh teroris asing,” kata Marcos.
“Ekstremis yang melakukan kekerasan terhadap orang yang tidak bersalah akan selalu dianggap sebagai musuh bagi masyarakat kita.”
Mamintal Alonto Adiong Jr, gubernur provinsi Lanao del Sur di Mindanao, mengutuk “pengeboman yang kejam” tersebut.
“Di sini, di provinsi saya, kami menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk hak beragama,” kata Adiong dalam sebuah pernyataan.
“Serangan teroris terhadap institusi pendidikan juga harus dikutuk karena ini adalah tempat yang mempromosikan budaya perdamaian dan membentuk generasi muda kita menjadi pembentuk masa depan negara ini.”
Universitas Negeri Mindanao mengatakan pihaknya “sangat sedih dan terkejut” dan telah menangguhkan perkuliahan sampai pemberitahuan lebih lanjut.
“Kami dengan tegas mengutuk tindakan tidak masuk akal dan mengerikan ini dan menyampaikan belasungkawa yang tulus kepada para korban dan keluarga mereka. Kami berkomitmen untuk memberikan dukungan dan bantuan kepada mereka yang terkena dampak tragedi ini,” kata universitas tersebut dalam sebuah pernyataan.
Seorang saksi yang tinggal di asrama dekat gimnasium mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia mendengar ledakan keras yang mirip dengan ledakan trafo listrik.
Saksi mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia melihat beberapa petugas polisi dan ambulans dikerahkan di area kejadian di dalam kampus utama universitas tersebut.
Polisi mengatakan mereka sedang menyelidiki ledakan tersebut, termasuk kemungkinan ledakan tersebut dilakukan oleh pejuang pro-ISIS (ISIS).
Mindanao selama beberapa dekade dilanda kekerasan di tengah pemberontakan kelompok separatis bersenjata.
Pada hari Sabtu, militer Filipina mengumumkan bahwa mereka telah membunuh 11 pejuang dalam operasi sekitar 200 km (125 mil) dari Marawi.
Pada tahun 2017, Marawi adalah lokasi pengepungan lima bulan yang terinspirasi oleh ISIS yang menewaskan lebih dari 1.000 orang.
Setelah konflik selama beberapa dekade, Manila menandatangani perjanjian damai dengan Front Pembebasan Islam Moro, kelompok separatis terbesar, pada tahun 2014, namun kelompok separatis yang lebih kecil terus melakukan serangan di wilayah yang bergolak tersebut. (*)