JAKARTA - Mundurnya Mahfud MD dari jabatan Menteri Kordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, patut dipuji. Sebagai sikap menjunjung etika politik, demi netralitas kepentingan selama Pilpres.
Hal itu juga kritik tajam bagi Presiden Jokowi. Sepatutnya juga mundur ketika berhasrat ikut kampanye. Demi menjaga sehatnya demokrasi.
"Mahfud memang terlambat mundur. Namun tetap harus dipuji langkah beraninya ini," ujar peneliti kebijakan publik IDP-LP, Riko Noviantoro dalam keterangan resminya, Rabu (31/1).
Dari sisi kebijakan, Riko berharap dinamika politik yang semakin tajam tidak ganggu jalannya pemerintahan. Caranya, Presiden segera mengganti Menkopolhukam secepatnya, agar pemerintahan tetap berjalan.
Tentu saja, lanjut Riko sikap Mahfud bisa jadi teladan bagi pejabat atau menteri lain yang sedang berkontestasi Capres atau Cawapres. Sebagai wujud menjaga demokrasi berjalan sehat.
"Tidak sulit bagi Presiden ganti menteri. Karena itu hak prerogatif Presiden," ujarnya.
Hanya saja, Riko mengkhawatirkan jika mundurnya Mahfud diikuti menteri lain yang berkontestasi. Karena mundurnya Mahfud bukan sebatas pemilu, memiliki pesan politik yang lebih menusuk.
"Mahfud mundur itu dengan kata lain kabinet Jokowi sudah bermaslaah berat," pungkasnya.
Dengan kata lain, sambung Riko ada ketidakpercayaan intenal terhadap sosok Jokowi. Hal itu akan merembes keluar dan mendorong ketidak percayaan secara ekstrem dari masyarakat.
"Kita berharap dinamika politik ini bisa tetap berada pada relnya. Kepentingan bangsa dan negara harus lebih tinggi" pungkasnya.