• Info MPR

Upaya Pelestarian Lingkungan Butuh Pemahaman Kebijakan yang Sama

Agus Mughni Muttaqin | Rabu, 07/02/2024 23:40 WIB
Upaya Pelestarian Lingkungan Butuh Pemahaman Kebijakan yang Sama Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat. (Foto: Humas MPR)

JAKARTA - Negara harus hadir melindungi setiap warganya dengan menempatkan asas praduga tak bersalah, mengesampingkan kepentingan tertentu dalam upaya mendukung inisiatif masyarakat melestarikan lingkungan.

"Jangan sampai inisiatif partisipasi masyarakat dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan melalui ruang virtual malah harus berhadapan dengan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat pada diskusi daring bertema Perangkap UU ITE terhadap Penggiat Lingkungan dan (Media) Sosial yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (7/2).

 

Menurut Lestari, esensi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sejatinya adalah melindungi seluruh warga negara dalam ruang digital.

Secara spesifik, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, perlindungan dimaksud merujuk pada upaya mencegah tersebarnya informasi palsu, berita bohong, kekerasan virtual, ancaman dan distorsi informasi yang memicu konflik sosial.

Di sisi lain, tambah Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, dengan menggunakan UU ITE, pejuang lingkungan #SaveKarimunjawa dikriminalisasi karena aktif menyuarakan penolakan terhadap keberadaan tambak udang Vaname ilegal yang tersebar masif di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Dalam konteks tersebut, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, negara harus hadir melindungi warga secara menyeluruh dalam ruang virtual tanpa diskriminasi.

Direktur Eskekutif WALHI, Zenzi Suhadi mengungkapkan konstitusi melindungi semua orang dan mereka berhak mendapat lingkungan yang baik dan sehat. Selain itu, setiap negara wajib terlibat dalam penyelamatan lingkungan hidup.

Atas dasar itulah, jelas Zenzi, setiap orang harus berperan melindungi lingkungan hidupnya.

Konflik terkait lingkungan kerap terjadi, tambah Zenzi, karena ada cara pandang yang berbeda antara masyarakat dan negara.

Menurut dia, masyarakat memiliki pedoman hidup terkait aturan benar atau salah dan baik atau buruk. Penilaian itu, tambah dia, sudah dipakai pada praktik keseharian dalam pengelolaan lingkungan berdasarkan norma dan etika.

Sementara, ujar Zenzi, negara tidak memandang satu kebijakan atas benar atau salah dan baik atau buruk, tetapi semata berdasarkan legal dan tidak legal.

Sehingga, tegas dia, ketika ada masyarakat yang melawan legalitas suatu kebijakan, negara menilai masyarakat yang mengkritik kebijakan itu sebagai pihak jahat.

Akibatnya, tambah Zenzi, kerusakan lingkungan Indonesia justru masif terjadi diawali oleh terbitnya kebijakan. Seharusnya, jelas dia, kritik terhadap suatu kebijakan dijadikan dasar untuk mereview kebijakan tersebut.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Satyawan Pudyatmoko berpendapat setiap upaya konservasi di dunia memiliki tiga tujuan utama, yaitu menjaga ekosistem dan mempertahankan proses-proses ekologis penting yang menjadi pengganggu kehidupan manusia.

Selain itu, tambah dia, perlindungan keanekaragaman spesies dan genetik satwa dan tumbuhan liar dari kepunahan yang terjadi alami. Bila tidak diatur dengan upaya konservasi, kepunahan sejumlah spesies akan lebih cepat.

Tujuan berikutnya adalah pemanfaatan secara lestari untuk menyeimbangkan kepentingan konservasi dan ekonomi.

Menurut Setyawan, kebijakan lingkungan hidup bukan sekadar legal atau tidak legal, karena undang-undang tentang lingkungan hidup selalu dilengkapi aturan Amdal dan aturan-aturan pelaksanaannya.

Setyawan berpendapat hadirnya undang-undang tentang lingkungan hidup itu untuk melindungi wilayah Indonesia dari kerusakan lingkungan dan melindungi kehidupan manusia.

Sejumlah tujuan dari kebijakan tersebut, tambah dia, memperlihatkan bahwa kebijakan yang dihadirkan pemerintah bukan didasari dengan legal atau tidak legal semata.