JAKARTA – Kesuksesan transformasi pendidikan di Sulawesi Selatan tentunya tak lepas dari peran Guru Penggerak. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Kemendikbudristek, Iwan Syahril.
Dalam kunjungannya ke Sulawesi Selatan, Iwan membuka ruang dialog dengan para Guru Penggerak untuk mendengar secara langsung praktik baik yang telah mereka lakukan dalam upaya mendorong transformasi di satuan pendidikan mereka.
Iwan menyampaikan terima kasih kepada para Guru Penggerak yang telah mampu menggerakkan warga sekolah untuk bersama-sama mendorong paradigma baru di sekolahnya. Ia optimis akan ada perubahan sistem pendidikan ke arah yang lebih baik.
“Sekali lagi saya menekankan bahwa kita punya alasan untuk terus optimis dalam melakukan perubahan pada sistem pendidikan ke arah yang lebih baik. Karena perubahan yang tersulit adalah bagaimana caranya dapat memasukkan paradigma baru, jika paradigma sudah berubah menurut saya implementasinya akan lebih mudah,” ujar Iwan melalui siaran pers diterima di Jakarta, pada Jumat (23/2).
Dalam dialog bersama para Guru Penggerak di Kantor Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Sulawesi Selatan pada Rabu (21/02), Pengawas Sekolah di Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Rismawati, menceritakan perjalanan panjangnya sebelum diangkat menjadi Pengawas Sekolah.
Di tahun 2010, ia lulus menjadi guru yang ditugaskan di SMP 8 Satap, Tupabbiring. Sekolah tersebut berlokasi di daerah kepulauan yang hanya memiliki 20 murid.
Rismawati menuturkan bahwa banyak tantangan pada awal ia mengajar. Mulai dari ruang belajar yang harus menumpang di ruangan SD hingga murid yang harus dijemput ke sekolah karena rendahnya motivasi untuk belajar.
“Untuk kegiatan belajar mengajar kami menumpang di ruangan SD dan itu berpindah-pindah menunggu ada ruang yang kosong. Bahkan setiap pagi saya bersama satu orang teman saya harus menjemput murid-murid ke rumahnya,” ungkapnya.
Rismawati menceritakan, ketika mengetahui adanya Pendidikan Guru Penggerak (PGP) ia merasa program tersebut cocok dengan semangatnya untuk menggerakkan sekolah menjadi lebih berkembang. Akhirnya, ia mantap untuk mendaftarkan diri dan lolos menjadi Guru Penggerak angkatan ketiga.
Pada kesempatan dialog lainnya, Guru di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Kota Makassar, Muhammad Nur, mengungkapkan alasannya menjadi Guru Penggerak agar dapat menjadi bagian dari roda pergerakan pendidikan di Indonesia.
“Saya ingin memberikan pembelajaran yang terbaik untuk peserta didik di SLB, meskipun anak berkebutuhan khusus tapi mereka memiliki potensi yang bisa dikembangkan melalui sentuhan guru-guru hebat,” jelasnya.
Selanjutnya, Nur menambahkan bahwa kurikulum dalam Pendidikan Guru Penggerak (PGP), berisi materi yang tersusun sangat rapi dan menyentuh sehingga menggugah cara berpikirnya tentang profesi yang sudah ia geluti hampir 23 tahun itu.
“Setelah berefleksi saya merasakan banyak perubahan positif. Perubahan yang sangat saya rasakan adalah merasakan diri saya sebagai seorang guru yang sebenar-benarnya. PGP benar-benar dapat `menghipnotis` saya untuk bisa menjadi guru yang lebih baik. Materi yang saya dapatkan dalam PGP mengubah paradigma saya dari seorang `penceramah` menjadi seorang guru,” imbuhnya.
Koordinator Guru Penggerak Provinsi Sulawesi Selatan, Nuzul Haq, mengungkapkan hal senada bahwa dampak dari PGP mampu merubah cara pandangnya terhadap murid. “Paradigma yang saya pegang bahwa guru sebagai pamong sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman sang murid. Dan ini sejalan dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara,” tuturnya.
Nuzul Haq juga memiliki harapan bahwa program PGP dapat terus dilanjutkan karena ia merasakan perubahan bukan hanya kepada konten akan tetapi lebih kepada kontekstual dalam kehidupannya bersama dengan murid. Program ini membawa para guru menerapkan pembelajaran yang lebih berpihak kepada murid, lebih berdampak dan berpusat pada murid sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik mereka.