JAKARTA — Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menegaskan, dalam waktu dua hingga tiga pekan ke depan harga beras akan terkoreksi secara signifikan. Dijelaskan pula bahwa kenaikan harga beras dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya kenaikan ongkos input produksi seperti pupuk, benih, sewa lahan, upah pekerja, dan lainnya.
“Kenapa harga beras tinggi? Karena 8 bulan terakhir defisit, jadi antara produksi dan konsumsi. Kalau lihat tahun 2023 surplus hanya 340 ribu ton, sementara kebutuhan nasional itu 2,5-2,6 juta ton (per bulan). Pada saat produksi demikian persaingan mendapatkan GKP (Gabah Kering Panen) berebut di tingkat petani," ujar Arief Prasetyo Adi daam CNBC Ekonomi Outlook 2024, di Jakarta, Kamis (29/2/2024).
Arief memprediksi harga beras akan mengalami pengoreksian signifikan dalam dua hingga tiga pekan ke depan mengacu pada harga GKP di tingkat petani yang sudah mengalami penurunan.
"Harga GKP sedang mengalami penurunan secara bertahap sejak minggu kedua Februari 2024. Hari ini harga gabah kering panen di tingkat petani sudah sekitar Rp 7.100 per kilogram (kg). Artinya apabila harga gabah tersebut sudah turun dari Rp 8.600 per kg ke Rp 7.100 per kg dalam dua sampai tiga minggu harga beras akan terkoreksi signifikan," ujarnya.
Menurut Arief, beras makin mahal lantaran kenaikan harga GKP juga mengalami kenaikan. Biasanya, sambung Arief, cara simpel menghitung harga beras yaitu dua kali lipat harga GKP.
"Kalau harga gabahnya Rp 8.000 per kg maka jangan heran harga berasnya Rp 16.000 per kg. Kalau mau harga berasnya Rp 14.000 per kg maka harga gabahnya kurang lebih Rp 7.000 per kg," katanya.
Berdasarkan data panel harga pangan NFA per 28 Februari 2024, rata-rata harga GKP tingkat petani berkisar Rp 7.120 per kg, sedangkan harga rata-rata beras premium di tingkat konsumen berkisar Rp 16.770 per kg, dan beras medium di tingkat konsumen berkisar Rp 14.480 per kg.
Menurut perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi dan konsumsi dalam dua bulan pertama di tahun 2024 mengalami defisit mencapai 2,8 juta ton. Hal ini memaksa pemerintah mengeluarkan kebijakan importasi beras secara terukur untuk mengamankan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Lebih lanjut, Arief menyampaikan NFA telah menetapkan stok beras minimal yang dikelola Perum Bulog di 1,2 juta ton. Bahkan Presiden Joko Widodo meminta stok terus diperkuat hingga mencapai 3 juta ton. Dengan adanya stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) yang mumpuni, pemerintah akan leluasa dalam melaksanakan program intervensi demi stabilisasi pangan. Penguatan stok CPP tentunya tetap harus mengutamakan produksi dalam negeri.
Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krishnamurti dalam kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa panen raya mendatang diharapkan memberikan optimisme terhadap perbaikan stabilitas kondisi perberasan.
"Saat ini (beberapa wilayah) di Kendal, Sragen, Demak, Indramayu, dan OKU (Ogan Komering Ulu) di Sumatra Selatan sudah mulai panen dan barangnya (beras) mulai banyak. Indikasinya semakin kuat misalnya di Pasar Induk Johar di Karawang penuh dengan truk-truk berisi beras. Ini harga beras cenderung turun," ujar Bayu.
Ia menegaskan bahwa yang paling utama menjaga ketersediaan pangan di pasaran tetap ada, sehingga tidak terjadi kelangkaan pasokan, terutama dalam menghadapi Ramadan dan Idul Fitri mendatang.