PUIC 18, BKSAP: Perkuat Dialog Antarnegara untuk Redam Islamphobia

Aliyudin Sofyan | Senin, 04/03/2024 18:18 WIB
PUIC 18, BKSAP: Perkuat Dialog Antarnegara untuk Redam Islamphobia Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Hugua. Foto: dpr

ABIDJAN - Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR R turut membahas isu islamophobia serta diskriminasi kepada kelompok islam minoritas dalam rapat Parlemen Antarnegara OKI atau PUIC yang ke-18.

Pembahasan isu tersebut dilakukan dalam Komisi Komunitas Muslim dan Minoritas yang dihadiri Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Hugua serta Fathan subchi Badawi.

“Penanganan Islamophobia dapat dilakukan dengan penguatan dialog antar negara,” kata Hugua seperti dilansir dpr.go.id, Senin (4/3/2024).

Hugua mencontohkan konflik muslim rohingya Myanmar serta Uighur Tiongkok merupakan wujud perlakuan diskriminasi serta islamophobia terhadap kelompok minoritas islam.

Menurutnya ketidakpahaman suatu negara terhadap nilai agama islam menjadi alasan utama terjadinya praktek diskriminasi.

Oleh karenanya dalam forum komisi komunitas muslim dan minoritas, Hugua berpendapat parlemen negara Organisasi Kerja sama Islam (OKI) perlu berperan lebih dalam meredam perilaku diskriminasi. Ia mengusulkan Parlemen Negara OKI dapat menjadi jembatan pembuka  pintu dialog dengan sejumlah negara yang terindikasi memiliki kecenderungan islamopobia. Melalui dialog itu diharapkan dapat menyelaraskan cara pandang yang positif terhadap muslim.

“Pertama adalah menyangkut masalah perbedaan cara pandang tentang budaya muslim yang ada di eropa dengan muslim yang mayoritas ada di arab dan asia, islam yang berkembang di eropa seperti agama yang islamophobia, contohnya kalau umur 17 itu ada sedikit tekanan untuk solat bagi cara pandang eropa yang liberal itu melanggar hak asasi manusia padahal Ini sebenarnya cara pandang yang berbeda sehingga muncul pembakaran Al-quran dalam komite, rapat ini kami usulkan untuk diperbanyak dialog produktif antara lembara parlemen yang ada di eropa dengan negara muslim,” ungkapnya.

Lebih lanjut Hugua mengusulkan adanya studi banding terhadap pengungsi di Rohingya  Myanmar,  muslim Uighur di Tiongkok  dan beberapa negara di eropa yang memiliki rekam jejak melakukan diskriminasi. Langkah itu diharapkan dapat memunculkan solusi yang tepat dalam penyelesaian konflik muslim minoritas dan islamophobia.