JAKARTA - Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas menyebut kecurangan Pemilu 2024 adalah hal yang konkret. Sebab itu tidak hanya menjadi perhatian publik Indonesia, melainkan dunia.
Pernyataan Fernando itu sebagai bentuk respons dari keterlibatan Presiden Joko Widodo di Pilpres 2024 yang disinggung oleh Anggota Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau CCPR, Brace Waly Ndiaye. Ia mempertanyakan jaminan hak politik rakyat Indonesia pada Pemilu 2024.
"Dipertanyakannya netralitas Jokowi dalam Pilpres 2024 itu membuktikan bahwa pelaksanaan pilpres pada 14 Februari yang lalu mendapatkan perhatian dari negara lain dan dianggap penuh kecurangan," kata Fernando dalam keterangannya, Jumat (15/3/2024).
Fernando merasakan, pertanyaan Ndiaye dalam Sidang PBB CCPR di Jenewa, Swiss pada Selasa (12/3) bukan tanpa sebab. Menurutnya, Komite HAM PBB pastinya sudah meriset dari kondisi demokrasi di Indonesia.
Terlebih, keterlibatan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres menjadi salah satu faktor tersebut. Menurut Fernando, cawe-cawe Jokowi demi membangun dinasti politiknya sudah memberikan aib bagi demokrasi Tanah Air.
"Disrorotnya putusan MK terkait syarat capres dan cawapres tentu sangat memalukan. Apalagi dipertanyakan dalam forum resmi Sidang HAM PBB CCPR," ucapnya.
Lanjut Fernando, Jokowi seharusnya malu dengan disorotnya kualitas demokrasi negara. Terlebih, hal itu terjasi pada masa kepemimpinannya sendiri.
Ia mengimbau, Jokowi dan seluruh lembaga penyelenggara pemilu seharusnya berkaca. Sebab, apa yang dilakukan sampai saat ini telah menjadi sorotan dunia.
"Perhatian dari pihak asing seharusnya memalukan bagi pemerintahan Jokowi karena demokrasi dan lembaga MK rusak di masa kepemimpinannya," pungkasnya.
Sebelumnya, anggota komite asal Senegal Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Jokowi selama Pemilu 2024. Ia menanyakan isu HAM terkait dinamika Pemilu 2024 Indonesia. Ia menynggung soal putusan MK tentang perubahan syarat usia capres-cawapres.
"Kampanye digelar setelah putusan di menit akhir yang mengubah syarat pencalonan, memperbolehkan anak presiden untuk ikut dalam pencalonan," kata Ndiaye dalam sidang yang ditayangkan di situs UN Web TV, Selasa (12/3).
Ia juga menanyakan langkah pemerintah Indonesia untuk memastikan Presiden Jokowi dan pejabat negara lainnya tidak terlibat dalam pemilu.
"Apa langkah-langkah diterapkan untuk memastikan pejabat-pejabat negara, termasuk presiden, tidak bisa memberi pengaruh berlebihan terhadap pemilu?"