Jokowi Jadi Ketua Koalisi, Pakar: Bumerang untuk Prabowo

Ariyan Rastya | Minggu, 17/03/2024 06:10 WIB
Jokowi Jadi Ketua Koalisi, Pakar: Bumerang untuk Prabowo Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo (Jokowi)

JAKARTA - Usulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi ketua koalisi besar mendapat kritikan di kalangan pakar politik. Hal itu dianggap bisa menjadi bumerang bagi pemerintahan yang akan datang.

Terkait hal tersebut, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie melihat usulan itu kurang tepat. Menurutnya, Jokowi akan menjadi beban bagi pemerintahan Prabowo Subianto di masa depan.

"Jokowi tak perlu memimpin partai koalisi ini, tak ada korelasi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran. Bisa jadi akan menjadi bumerang bagi pemerintahan Prabowo," kata Jerry dalam keterangan yang diterima katakini.com, Minggu (17/3/2024).

Jerry tidak melihat ada dampak yang positif dari wacana tersebut. Ia mengatakan tidak perlu Jokowi menjadi pemimpin dari koalisi besar.

"Memang ide dan gagasan ini tak pernah dikaji apa dampak dan manfaatnya bagi partai di koalisi KIM. Jadi tak perlu Jokowi menjadi pemimpin partai koalisi," ucapnya.

Lanjutnya, pemerintahan yang akan datang sebaiknya jangan didikte. Masyarakat dan para elit politik seharusnya mempercayakan semuanya kepada Prabowo.

Jokowi, menurut Jerry lebih pantas menjadi penasehat pemerintah seperti mantan presiden terdahulu. Sehingga tidak perlu kebanyak trik untuk menguasai koalisi partai politik (parpol).

"Tak perlu di dikte, serahkan sepenuhnya pada Prabowo-Gibran mereka paham apa yang menjadi tupoksi mereka. Kalau Jokowi hanya menjadi penasehat saya kira itu lebih tepat. Tak perlu ada intrik-intrik menguasai koalisi parpol pemenang pemilu," tuturnya.

Jerry menegaskan, postur maupun bentuk kabinet nanti ada di bawah kendali Prabowo-Gibran. Dia menilai tidak pas jika nantinya Jokowi turun tahta menjadi ketua koalisi setingkat menteri.

"Jokowi tak perlu nyambi dan ngurusin koalisi ini. Yang ada koalisi pemerintahan Prabowo. Jadi tak perlu ada intervensi dan terkesan mengendalikan kabinet. Kan tak etis Jokowi turun jadi menteri," pungkasnya.