JAKARTA – Rencana audiensi antara Tim Kuasa Hukum dari PT Artha Bumi Mining (PT ABM) dengan pihak Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba), Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di Kantor Ditjen Minerba, Jakarta, yang dijadwalkan, Selasa (19/3/2024), ditunda.
Padahal, Tim Kuasa Hukum PT ABM sudah hadir di Kantor Ditjen Minerba sejak pukul 10.00 WIB.
“Setelah menunggu hampir satu jam di ruang tunggu Kantor Ditjen Minerba, kami mendapat informasi dari staf Ditjen Minerba bahwa audiensi dijadwal ulang karena para petinggi Ditjen Minerba sedang berada di luar kota,” kata Ketua Tim Kuasa Hukum PT ABM Happy Hayati Helmi, dalam rilisnya, Rabu (20/3/2024).
Dia menjelaskan, audiensi ini telah dimohonkan pihak Tim Kuasa Hukum ABM ke Ditjen Minerba melalui surat tertanggal 16 Februari 2024. Tujuan audiensi, salah satunya untuk meminta konfirmasi kepada pihak Ditjen Minerba terkait kasus dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Dokumen yang diduga dipalsukan itu, Surat Dirjen Minerba Nomor: 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013.
"Jadi maksud kami datang ke Ditjen Minerba, untuk mendengar langsung bahwa surat nomor 1489/30/DBM/2013 tidak teregister. Karena secara surat menyurat, pihak Ditjen Minerba sudah menyatakan, jika surat tersebut tidak terigister" ucap Happy.
Surat Dirjen Minerba Nomor 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013. Isinya tentang Permintaan Penerbitan IUP atas nama PT Bintang Delapan Wahana (PT BDW). Dokumen yang diduga palsu tersebut digunakan oleh PT BDW sebagai dasar hukum perpindahan IUP PT. BDW dari Kabupaten Konawe ke Kabupaten Morowali
IUP yang dikantongi PT BDW ternyata menyebabkan tumpang tindih wilayah IUP dengan lima perusahan tambang, satu di antaranya IUP milik PT. ABM dengan luas wilayah 10.160 Ha. Padahal IUP milik PT ABM, sejak awal diterbitkan berada di wilayah Morowali, sedangkan IUP PT BDW awalnya berada di wilayah Konawe.
Happy mengatakan, akibat pemalsuan dokumen IUP tersebut, pihak kliennya dirugikan. Beberapa rencana proyek bernilai triliunan rupiah belum bisa dieksekusi, karena dampak dari pemalsuan IUP tersebut.
“Dengan adanya pemalsuan IUP, terjadi tumpang tindih wilayah pertambangan antara PT Artha Bumi Mining dengan PT Bintang Delapan Wahana. Sehingga tidak bisa dilakukan proyek-proyek yang sudah masuk list kami," ujarnya.
Terkait penjadwalan ulang audiensi, Happy tidak mempermasalahkan, namun ia meminta Ditjen Minerba untuk lebih hati hati dalam membuat atau memutuskan suatu kebijakan. Sebab gara-gara penggunaan dokumen yang diduga palsu itu telah menciptakan permasalahan hukum bertahun-tahun, dan bahkan terbaru di Februari 2024 IUP PT ABM dikeluarkan dari sistem Minerba One Data (MODI) dan Minerba One Map Indonesia (MOMI).
"Klien kami dirugikan lantaran dikeluarkan dari sistem MODI dan MOMI. Dengan kata lain perusahaan Klien Kami dicap Ilegal atau IUP yang tidak sah padahal IUP Penyesuaian PT ABM Tahun 2022 tersebut terbit berdasarkan hasil pemeriksaan badan peradilan. Tentunya pemerintah tidak boleh segegabah itu, apalagi PT ABM memiliki dokumen sah," ucap Happy.
Happy mengatakan bahwa audiensi PT ABM dengan pihak Ditjen Minerba merupakan upaya preventif yang dilakukan agar kliennya bisa mendapatkan haknya.
"Kami berharap, meski audiensi belum terlaksana, tapi pihak Ditjen Minerba bisa lebih tegas dan proporsional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk menyelesaikan persoalan hukum ini. Terlebih saat ini terhadap dugaan pemalsuan dokumen tersebut telah memasuki tahap penyidikan di Polda Sulawesi Tengah," ucapnya.
Sebagai informasi, PT ABM telah melaporkan dugaan penggunaan surat palsu (Pasal 263 KUHPidana Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHPidana) ke Polda Sulteng pada Juli 2023 lalu. Surat yang diduga palsu adalah Surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Nomor: 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013.
Laporan diajukan ke Polda Sulteng dengan nomor laporan LP/B/153/VII/2023/SPKT/Polda Sulteng. Hingga saat ini, penyidik Polda Sulteng telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Pada 17 Januari 2024, kasus ini dinaikan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan berdasarkan surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) No. SPDP/08/I/RES.1.9./2024/Ditreskrimum Polda Sulteng.