JAKARTA - Komisi VII DPR RI mempertanyakan kewenangan pencabutan 2.051 Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang dilakukan sejak tahun 2022.
Padahal dalam UU Minerba (Mineral dan Batubara) No.3 Tahun 2020, Pasal 116 tercantum bahwa yang melakukan pencabutan IUP adalah menteri yang terkait dengan pertambangan Minerba bukan menteri investasi.
"Kita baca halaman 1 ini ya. Apabila terdapat perbedaan jumlah data pencabutan IUP antara Dirjen Minerba dengan BKPM dimungkinkan adanya pencabutan IUP oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM yang tidak atau belum dikirim tembusan ke Dirjen Minerba. Ini kalau kita baca sangat jelas bahwa kewenangan pencabutan sepertinya ada di tangan Menteri Investasi," ungkap Mulyanto, saat Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, Arifin Tasrif di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Oleh karena itu, menurut Politisi Fraksi PKS ini, secara kasat mata terjadi mal administrasi tata kelola, bad government, pemerintahan yang tidak baik menempatkan aktor pelaku Undang-undang ini.
Sebelumnya, saat rapat dengar pendapat dengan Dirjen Minerba, anggota Komisi VII DPR RI, Abdul Kadir Karding juga mempertanyakan hal serupa. Karding meminta pejelasan, apakah betul kewenangan pencabutan IUP terutama Minerba itu ada di Kepala BKPM. Apakah betul BKPM berjalan sendiri tanpa rekomendasi dari Kementerian ESDM?
Dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, Arifin menjelaskan bahwa dalam Pasal 191 UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 dijelaskan bahwa pertambangan IUP dan IUPK dapat dicabut oleh Menteri, jika tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP & IUPK serta ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Dilanjutkannya, pemegang IUP atau IUPK tersebut melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UU yang berujung pada kepailitan. Lalu, pemegang IUP & IUPK tidak melaporkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahunan.
"Bila tidak dilaksanakan dianggap tidak berkegiatan dan sanksi administrasi berupa pencabutan izin," ungkap Arifin dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VII DPR.
Terkait BKPM, Arifin mengungkapkan bahwa BKPM mendapatkan mandat pencabutan pada Januari - November tahun 2022. Namun dalam proses pencabutan tersebut, pemerintah memberikan ruang pengajuan keberatan kepada pengusaha tambang atas pencabutan IUP tersebut.
"Dengan catatan perusahaan menyampaikan data pendukung yang cukup dengan mekanisme yang ada oleh Satgas penataan investasi. Beberapa perusahaan dibatalkan pencabutannya karena memenuhi persyaratan tersebut," ungkapnya.
Oleh karena itulah sampai 14 Maret 2024 sebanyak 585 IUP telah dibatalkan pencabutannya oleh BKPM, yang terdiri dari 499 IUP mineral, 86 IUP batu bara. Dari jumlah tersebut baru 469 IUP yang masuk dalam sistem minerba one data Indonesia (MODI). Sisanya sebanyak 4 IUP proses masuk dan 112 belum bisa masuk MODI karena masih memiliki kewajiban pembayaran PNBP.