JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo menuturkan secara rasio saat ini diperkirakan jumlah penduduk di perkotaan lebih banyak jika dibandingkan jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan, atau sekitar 52 persen penduduk tinggal di perkotaan.
Kondisi ini salah satunya disebabkan masih belum seimbangnya pembangunan di pedesaan. Sehingga kota masih menjadi magnet yang penuh daya tarik mendorong laju urbanisasi.
Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan pada tahun 2035, jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan akan meningkat menjadi 66,6 persen. Bahkan menurut proyeksi Bank Dunia, jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan akan mencapai 70 persen pada tahun 2045.
"Jika tidak diantisipasi maka daya tahan kota akan semakin melemah, sehingga tidak mampu lagi untuk menopang perkembangan populasi yang bertumbuh menurut deret ukur," ujar Bamsoet dalam Kongres Desa Indonesia 2024 di Jakarta, Sabtu (23/3/24).
Bamsoet mengatakan, "sementara di sisi lain, kehidupan desa akan semakin tertinggal dalam laju peradaban karena tidak tersentuh oleh pembangunan,".
Bamsoet menjelaskan, realita tersebut harus menjadi pijakan berfikir mengenai urgensi memprioritaskan pembangunan desa. Percepatan pembangunan desa yang menurut BPS tahun 2022 jumlahnya mencapai 83.794 desa, adalah sebuah keniscayaan.
Hal itu mengingat potensi desa sebagai lumbung pangan yang memiliki kontribusi penting dalam mengatasi kerawanan pangan. Indonesia adalah negara agraris, di mana lahan pertanian hanya dapat ditemukan di daerah pedesaan.
"Kita boleh sedikit merasa lega karena berdasarkan data Badan Pangan dan Pertanian (FAO), Indonesia memiliki skor indeks ketahanan pangan 60,2 dan menempati rangking 63 dari 113 negara. Kondisi ini relatif aman," kata Bamsoet.
"Namun kita tidak boleh melupakan bahwa ketahanan pangan di tahun 2024 akan menghadapi tantangan besar di tengah kondisi ketidakpastian global. Disamping dampak perubahan iklim yang ekstrim, serta lonjakan harga energi dan pangan dunia," sambungnya.
Bamsoet menegaskan penting disadari bahwa pembangunan desa haruslah bersifat holistik. Tanpa menegasikan pentingnya pembangunan fisik material, pembangunan desa juga tidak boleh melupakan aspek non-fisik. Seperti nilai-nilai kearifan lokal dan wawasan kebangsaan.
"Selain kontribusinya dalam menopang ketahanan pangan, desa adalah sumber peradaban yang kaya akan beragam kearifan lokal. Nilai-nilai gotong royong, kerjasama dan saling tolong menolong, adab sopan santun serta penghormatan terhadap norma sosial, adalah nilai-nilai jati diri ke-Indonesiaan yang sudah tergerus di kehidupan perkotaan. Namun, masih tumbuh dan berkembang di pedesaan," urai Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, dari desa nilai-nilai luhur Pancasila dapat ditemukan rujukan nyatanya.
Kehidupan masyarakat desa yang lekat dengan kehidupan ilahiah, menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, guyub rukun dalam kebersamaan, penuh toleransi dan tepa selira, adalah kristalisasi nilai-nilai luhur kearifan lokal yang menjadi inspirasi rumusan sila-sila Pancasila.
Dari kehidupan di pedesaan juga dapat diambil pembelajaran untuk hidup bersama dalam keberagaman, dimana nilai-nilai sosial telah menjadi kebiasaan dalam kehidupan keseharian masyarakat desa.
"Ketahanan sosial dalam kehidupan masyarakat desa inilah yang menjadi cikal bakal dan simpul penguat ketahanan nasional. Dimana desa-desa menjadi himpunan unit pemerintahan terkecil yang akan menjadi perangkai keutuhan NKRI, sekaligus ujung tombak dalam mencegah dan menangkal paham yang menggerus nilai-nilai nasionalisme," pungkas Bamsoet.