JAKARTA - Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan meminta pemerintah memitigasi dampak melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Dengan kurs yang telah menembus di atas angka Rp 16 ribu/ 1 USD, hal ini tentu berdampak langsung pada perekonomian nasional, terutama bagi pelaku UMKM dan masyarakat pada umumnya. Jika tren ini terus berlanjut, maka ujungnya mengarah pada inflasi (imported inflation).
“Tren melemahnya rupiah ini mesti dicarikan solusinya segera. Ini akan menekan neraca perdagangan, harga barang-barang impor melambung, akhirnya kenaikan harga di tingkat konsumen," ujar Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini.
"Jika ini terjadi pada komoditas pangan, maka rakyat akan menanggung mahalnya harga pangan. Apalagi dengan tren peningkatan impor beras yang merupakan kebutuhan pokok rakyat,” sambungnya.
Menurutnya, dengan volume impor beras saja yang direncanakan sebesar 3 juta ton pada 2024, kenaikan harga beras akan terjadi, bahkan sangat mungkin mengarah pada krisis pangan.
Ini terlihat dari realisasi impor beras yang telah mencapai 828.420 ton sepanjang Januari – Februari 2024. Sementara di sisi lain, pelemahan kurs ini juga akan berakibat pada menaiknya suku bunga acuan sehingga beban kredit umkm bertambah, baik dari sisi biaya maupun kemampuan bayar.
Mantan Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini menilai tantangannya kian rumit dengan memanasnya situasi geopolitik di Timur Tengah. Dengan ketergantungan pada impor minyak, inflasi akan terjadi juga pada sektor energi.
Dengan tekanan pada kedua komoditas pokok ini, maka ini akan menjadi sumber instabilitas baru pada transisi kepemimpinan politik yang masih dinamis.
“Saya meminta ini disikapi dengan segera dan terukur. Benar bahwa pertumbuhan Indonesia masih berada diatas 5 persen sepanjang 2023, menandaskan fundamental ekonomi masih solid," kata Syarief Hasan.
Selain itu, kata Syarief hasan, perlu disikapi juga utang luar yang akan semakin membesar dan akan membuat APBN kita mengalami masalah keseimbangan fiskal.
"Dengan berbagai perkembangan global tersebut kian tidak berkepastian pada 2024 ini, mengakibatkan berbagai gejolak ekonomi eksternal menjdi ancaman yang nyata bagi masa depan nasional,” tutupnya.