JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menelusuri keberadaan jet pribadi yang disebut-sebut milik Harvey Moeis, tersangka kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan hal itu dilakukan untuk memastikan ada tidaknya aliran dana korupsi dalam proses pembelian jet tersebut.
"Masih kita telusuri, benar atau tidak itu. Pastilah kalau memang ada kaitannya, benar kepemilikannya atau disembunyikan pasti kita kejar," ujarnya kepada wartawan, Jumat 19 April 2024.
Sebelumnya Kejagung telah menyita dua kendaraan mewah milik Harvey Moeis yang diduga berasal dari aliran dana korupsi. Kedua aset yang telah disita yakni satu unit mobil Lexus dan Toyota Vellfire.
"Dua (mobil) punya HM (Harvey Moeis), itu yang Lexus dan Vellfire ya," jelasnya.
Selain aset milik Harvey, Kuntadi mengatakan ada dua aset kendaraan milik tersangka lainnya yang disita, yaitu Direktur Utama PT SBS, Robert Indarto (RI). Jenis kendaraan yang disita yakni mobil Mercy dan Toyota Zenix.
Kuntadi menuturkan saat ini Kejaksaan Agung juga masih mendalami kepemilikan arloji mewah yang di kediaman Harvey Moeis pada saat penggeledahan Senin (1/4) kemarin.
"Itu masih berproses. Kita koordinasi sama Badan Pemulihan Aset, barang-barang yang kita selanjutnya akan diserahkan ke Badan Pemulihan Aset," kata dia.
Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.
Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.
Kendati demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.