JAKARTA - Satu orang tewas dan sedikitnya delapan orang terluka setelah ledakan di pangkalan militer di Irak yang digunakan oleh Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) yang bersekutu dengan Iran, kata tentara.
PMF mengatakan “serangan” pada Jumat malam menargetkan pangkalan militer Kalsu, yang terletak sekitar 50 km (31 mil) selatan ibu kota Bagdad di provinsi Babil (Babel).
Video dan gambar dari lokasi kejadian menunjukkan ledakan besar yang juga membakar pepohonan di sekitarnya sehingga menyebarkan api.
Rekaman dari dalam pangkalan pada Sabtu pagi (20/4/2024) menunjukkan kawah besar dan kerusakan infrastruktur serta kendaraan.
Dalam sebuah pernyataan, PMF mengklaim “agresi Amerika mengebom pangkalan militer Kalso [Kalsu]”, yang terletak di dekat kota Iskandariya.
Militer Irak mengatakan pada hari Sabtu bahwa tidak ada drone atau jet tempur yang terdeteksi di wilayah udara wilayah Babil sebelum atau selama ledakan.
Militer Amerika membantah laporan bahwa mereka berada di balik serangan udara di Irak.
Pemerintah Irak mengatakan sedang menyelidiki insiden tersebut. Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani saat ini berada di AS.
Pangkalan tersebut juga menampung polisi federal Irak dan pasukan militer Irak.
Tim Al Jazeera yang mencoba mencapai pangkalan tersebut ditolak dan tidak diberikan akses kepada korban luka.
Dilaporkan dari Bagdad, Mahmoud Abdelwahed dari Al Jazeera mengatakan PMF, yang merupakan bagian dari pasukan keamanan resmi negara Irak, menggambarkan serangan “tanpa pandang bulu”.
“Yang cedera termasuk anggota PMF, tentara Kementerian Pertahanan Irak, serta warga sipil yang berada di sekitar lokasi militer ketika diserang,” katanya.
Abdelwahed menambahkan bahwa Kamp Kalsu berada di bawah kendali tentara AS selama invasi pimpinan AS ke Irak, namun diserahkan kepada Kementerian Pertahanan pada tahun 2011. Kamp tersebut memiliki depot amunisi dan gudang tank dan persenjataan lainnya.
“Semua jari mengarah ke Israel, menuduh Israel melakukan serangan itu,” katanya. Tidak ada komentar dari militer Israel.
Abu Fadak al-Muhammadawi, kepala staf PMF, memeriksa pangkalan itu pada hari Sabtu.
Perlawanan Islam di Irak, kelompok payung angkatan bersenjata Irak yang menentang AS dan Israel, mengatakan pihaknya melancarkan serangan balasan pada Sabtu dini hari.
Mereka merilis sebuah video yang menunjukkan sebuah drone diluncurkan pada malam hari dan mengklaim bahwa drone tersebut ditujukan pada “target penting” di kota pelabuhan Israel, Eilat.
Kelompok ini telah melancarkan puluhan serangan terhadap kepentingan AS dan Israel di seluruh wilayah setelah konflik di Gaza dimulai pada bulan Oktober.
Namun mereka menghentikan sebagian besar serangannya sejak Februari setelah tiga tentara AS tewas dalam serangan pesawat tak berawak di sebuah pangkalan dekat perbatasan Suriah dengan Yordania.
Kelompok bersenjata Palestina Hamas dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu “mengecam keras” apa yang mereka sebut sebagai serangan terhadap pangkalan tersebut dan mengatakan mereka “menganggapnya sebagai pelanggaran kedaulatan Irak”.
Rich Outzen, seorang peneliti di Dewan Atlantik, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kecil kemungkinannya AS akan melakukan serangan karena negara tersebut berusaha menahan ketegangan regional antara Iran dan Israel.
“Serangan ini akan lebih sejalan dengan apa yang dilakukan Israel di bawah ambang batas serangan langsung terhadap Iran secara regional,” ujarnya.
Ledakan itu terjadi sehari setelah Iran mengatakan pihaknya menembak jatuh tiga quadcopter di langit pusat kota Isfahan dekat pangkalan militer tempat sejumlah jet tempur dan baterai pertahanan udara ditempatkan, tanpa ada kerusakan atau korban jiwa yang dilaporkan.
Israel diyakini berada di balik operasi Isfahan namun belum secara resmi mengakuinya.
Pada tanggal 13 April, Iran meluncurkan ratusan drone, bersama dengan rudal jelajah dan balistik, ke Israel, yang sebagian besar ditembak jatuh oleh koalisi pertahanan udara Israel, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Yordania.
Serangan Iran ini merupakan balasan atas ratanya gedung konsulat Teheran di Suriah awal bulan ini yang menewaskan anggota Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), termasuk dua jenderal. (*)