JAKARTA - Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan meminta pemerintah memitigasi pelemahan rupiah yang masih bertengger diatas Rp16 ribu/Dolar As. Kondisi ini akan berdampak pada keberlanjutan fiskal dan mengerek inflasi.
Apalagi, kata Syarief, jika eskalasi konflik di Timur Tengah tidak berhenti, bahkan semakin bergejolak. Jika harga minyak menembus 100 Dolar AS/ barel, itu pertanda kondisi ekonomi domestik akan tidak baik-baik saja.
“Kebergantungan kita pada minyak jelas akan berdampak pada stabilitas ekonomi nasional. Pelemahan rupiah akan membuat harga beli minyak kian tinggi, akhirnya industri dan rumah tangga akan menanggung kenaikan harga," ujarnya.
"Pada ujungnya harga naik, rakyat kian tertekan. Ini adalah konsekuensi nyata dari kenaikan harga komoditas dan pelemahan rupiah sekaligus,” ucap Politisi Senior Partai Demokrat ini.
Menurutnya, situasi menjadi kian dilematis dengan posisi utang luar negeri yang cukup besar, yakni menembus angka 407,3 miliar Dolar AS per Februari 2024.
Apalagi jika kita dihadapkan dengan jatuh tempo utang yang mendesak, maka ini akan menguras cadangan devisa termasuk intervensi pasar yg dilakuksn oleh Bank Indonesia. Pelemahan rupiah jelas menimbulkan kekhawatiran yang beralasan.
Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini menilai kemandirian ekonomi adalah terma yang sangat relevan menghadapi gejolak global yang tidak berkepastian.
Kemandirian ekonomi berarti mengedepankan semangat kemampuan sendiri untuk pemenuhan kebutuhan sendiri. Dalam konteks bernegara, ini berarti sumber-sumber daya yang tersedia dioptimalisasi oleh dan untuk rakyat Indonesia.
“Hilirisasi dan industrialisasi adalah kebijakan yang sudah sangat tepat dan harus dilanjutkan. Peningkatan nilai tambah komoditas akan menambal cadangan devisa, dan ujungnya memperkuat fundamental ekonomi. Jika ini berkelanjutan, maka gejolak perkonomian global tidak akan begitu berdampak pada stabilitas ekonomi nasional. Saya kira sangat penting untuk pemerintahan mendatang,” tutup Syarief.