JAKARTA – Keberhasilan Timnas U-23 masuk ke babak semifinal Piala Asia (AFC) U-23 di Doha-Qatar merupakan prestasi yang membanggakan karena belum pernah terjadi sebelumnya. Di babak perempatfinal, Garuda muda ini berhasil berhasil mengalahkan Korea Selatan melalui drama Adu Pinalti yang sangat dramatis pada Kamis (25/4/2024).
Pengamat Komunikasi Politik yang juga Ketua Umum Rakyat Sepakbola Indonesia Frans Immanuel Saragih mengatakan bahwa Timnas U-23 mampu memberikan prestasi membanggakan.
“Indonesia telah memiliki generasi emas sepakbola,” ungkap Frans, Jumat (26/4/2024).
Frans mengatakan, Timnas U-23 yang berhasil menembus babak Semifinal AFC Cup apabila berhasil melangkah ke final akan otomatis melangkah ke Olimpiade Paris 2024.
“Apabila terhenti pun masih berkesempatan ikut serta Olimpiade Paris melalui babak Playoff melawan wakil Afrika,” ujarnya.
Menurutnya, meskipun ada beberapa komentar miring mengenai pemain naturalisasi, sebaiknya jangan diambil pusing. “Anggap saja sebagai pemain oposisi dalam dunia politik,” ungkapnya.
Meskipun demikian, masalah terbesarnya saat ini adalah bagaimana mengelola generasi emas ini memperoleh beragam prestasi.
Pemain U-23 sebagian besar sudah bergabung di timnas senior, dengan rentang usia 20-22 tahun. Sedangkan timnas senior pemain tertua adalah Jordi amat dengan usia 31 tahun. Timnas senior juga masih banyak yang berusia muda di bawah 30 tahun atau di kisaran 23-28 tahun.
Dengan penggabungan U-23 dan senior maka usia 20-28 tahun menempati persentasi 80%, dengan kemungkinan masa bermain bisa mencapai 8-14 tahun secara produktif dan kompetitif.
Menurut Frans, ini sebuah aset berharga, tinggal bagaimana kita mampu mengelolanya saj. Dengan kwalitas seperti saat ini, sepak bola Indonesia menguasai Asia Tenggara selama 10 tahun, dan berada di posisi 8 besar besar Asia selama 10 tahun.
Selain itu, lanjutnya, harus juga melatih bibit muda di U-17 secara rutin dan berkesinambungan melakukan training di luar negeri, bahkan memiliki pemain yang berkiprah di klub Eropa dengan kompetisi di level kasta utama.
“Jadi jangan salah mengelolanya, baik itu pola pembinaan PSSI, tekhnik, pencari bakat, pelatih utama dan pelatih kelompok umur. Apabila terpola dengan baik, maka sebuah hal yang tidak mungkin kita akan berada di level top Asia dalam jangka waktu lama, dan akan berkesempatan tampil di Piala Dunia senior maupun kelompok umur,” pungkas Frans.