JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, pencapaian ketahanan pangan membutuhkan mental berdikari. Mentalitas ini akan mendorong peningkatan produk yang dapat dihasilkan di dalam negeri.
"Indonesia memiliki sumber pangan sangat beragam. Jadi misalnya bukan hanya beras sebagai pangan sumber karbohidrat, tapi ada juga talas, sagu, jagung, singkong, dan lainnya. Ini perlu terus diangkat sehingga pangan yang bersumber dari produksi dalam negeri ini bisa menopang ketahanan pangan nasional," ujar Arief dalam Diskusi Forum BUMN di Jakarta, Selasa (30/4/2024).
Ia mengatakan, yang diperlukan saat ini adalah mental-mental Berdikari, dimana produk-produk yang dapat dihasilkan di dalam negeri harus terus ditingkatkan.
Ditambahkannya, Badan Pangan Nasional sebagai institusi pemerintah tidak hanya berfokus pada aspek ketersediaan dan stabilitasi pangan, tetapi juga aspek lainnya yang terkait peningkatan kualitas, keragamaan, dan keamanan pangan.
"Badan Pangan Nasional sebagai lembaga yang keberadaanya baru dua tahun terakhir ini memiliki peran yang penting, di mana dalam lembaga ini tidak hanya menangani urusan ketersediaan dan stabilisasi pangan tetapi juga ada kerawanan pangan dan gizi serta penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan,” ujar Arief.
Ia menyebut, kampanye pangan B2SA yang digencarkan NFA menjadi salah satu upaya mengedukasi masyarakat untuk memiliki kesadaran mengonsumsi makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman. Sehingga ke depannya dapat membentuk sumber daya manusia yang sehat, aktif dan produktif melalui penyediaan aneka ragam pangan yang bersumber dari potensi pangan lokal.
Arief berharap ke depan tidak ada lagi ketergantungan di salah satu komoditas pangan. Begitu juga dengan edukasi Stop Boros Pangan yang berupaya menekan angka susut dan limbah pangan sehingga dapat menekan nilai kerugian ekonomi dari makanan yang terbuang.
Untuk membangun ketahanan pangan yang kuat, Arief menekankan bahwa sinergitas bersama stakeholder terkait merupakan keharusan dalam membangun ekosistem pangan nasional.
“Pangan itu memang tidak bisa dikelola hanya oleh satu kementerian atau lembaga dan tanpa dukungan sinergitas serta kolaborasi dari seluruh pihak, termasuk bersama pemerintah daerah” ujar Arief.
Arief melanjutkan bahwa salah satu contoh konkret adanya sinergitas NFA bersama kementerian dan lembaga terkait adalah dengan mempersiapkan cadangan pangan pemerintah yang telah diamanatkan dalam Perpres 125 tahun 2022. Sesuai ketentuan, beras, jagung dan kedelai telah menjadi tugas dan kewenangan Bulog untuk dikelola, adapun komoditas pangan yang lain diserahkan kepada ID Food beserta anak perusahaannya bersama dengan PTPN.
Pada kesempatan tersebut Arief juga menjelaskan bahwa NFA bertugas untuk menjaga di 2 sisi, mulai dari hulu hingga hilir, sehingga terdapat keberlanjutan pertumbuhan ekosistem ketahanan pangan nasional. Pada sisi hulu dengan mengutamakan kesejahteraan petani, sedangkan di sisi hilir dengan menjaga inflasi melalui bantuan pangan kepada masyarakat bersama Bulog.
“Inflasi kita dari tahun ke tahun 3,05% ini sangat baik dibanding negara lain dan masih berada di bawah kontrol,” tegasnya.
Arief mengakui jika beras masih menjadi komponen volatile (bergejolak) yang cukup berpengaruh terhadap inflasi nasional, yakni sebesar 0,74% yoy. Untuk itu NFA sesuai arahan presiden berupaya menstabilkan harga beras, salah satunya dengan memberikan bantuan pangan beras kepada 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) di seluruh Indonesia.
“Impactnya bisa kita lihat, inflasi ditahan kontribusinya tidak terlalu tinggi, dan (bantuan) ini tidak ada kaitannya dengan politik,” kata Arief.
“Kita harus bangun ekosistem mulai dari produksi, input, kemudian teknologi pasca panen, penyimpanan sampai distribusi bahkan hingga outlet. Bicara pangan tidak boleh parsial tapi harus end to end,” tambahnya.
Sementara itu Bayu Krisnamurthi selaku Direktur Utama Perum Bulog pada kesempatan yang sama juga mengaminkan bahwa untuk mencapai pangan yang berdikari maka perlu adanya huluisasi dan hilirisasi.
“Huluisasi, contohnya dengan pendampingan sistematis untuk petani. Ini sejalan juga dengan yang dikatakan pak Arief tadi, harus menjangkau dari sisi konsumsi di masyarakat, masuk ke retail dengan bantuan pangan sebagai hilirisasi,” ujarnya.