JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat marah dalam sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 dengan pihak pemohon DPP PAN pada Kamis 2 Mei 2024.
Marahnya hakim Arief lantaran tidak ada satupun dari pihak prinsipal dari KPU yang hadir dalam sidang yang digelar di panel tiga tersebut. Dia menilai KPU tak serius menghadapi sidang gugatan MK, bahkan sejak sengketa pilpres sebelumnya.
"Ini KPU enggak serius gini gimana sih? Tolong disampaikan KPU harus serius. Jadi sejak pilpres kemarin KPU enggak serius itu menanggapi persoalan-persoalan ini," kata Arief di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Padahal, Arief ingin bertanya tentang kebenaran yang disampaikan Kuasa Hukum Pemohon, Akbar Junaid bahwa KPU telah membuka kotak suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Ogan Komering Ilir pada 27 April 2024 lalu.
"Saya minta konfirmasi dari termohon, betul ada peristiwa pembukaan pada tanggal 27 April? Dari termohon, KPU? Mana KPU orangnya? Kuasa hukumnya? Gimana ini KPU? Gimana ini?" kata Arief.
Namun, Kuasa Hukum KPU mengatakan bahwa Komisioner KPU tidak ada yang hadir pada sidang tersebut. "Belum hadir,” jawabnya.
"Lho kuasa hukumnya nggak tahu? Nggak, sekarang principal KPU. KPU Pusat atau mana ini? Ogan Komering atau Lahat, ada nggak?" ujar Arief.
Arief mengatakan semua komisioner KPU mestinya sudah dibagikan tugas untuk hadir dalam masing-masing sidang panel sengketa pileg. Termasuk panel tiga yang diwakili Idham Kholik.
Kemudian, salah satu perwakilan dari Sekretariat KPU RI mengatakan jika para pimpinan KPU sedang ada agenda lain di kantor.
"Berarti mahkamah dianggap tidak penting?" jawab Arief.
Perkara 246 menyidangkan perkara gugatan yang dilayangkan PAN atas dugaan kekeliruan hasil penghitungan suara di sejumlah TPS di dua kabupaten di Sumatera Selatan. Masing-masing Ogan Komering Ilir dan Lahat Dua.
Sengketa tersebut menyangkut hasil pileg tingkat DPR kabupaten kota di dua daerah tersebut. PAN meminta MK melakukan penghitungan suara ulang karena suara mereka dinilai tidak konsisten antara c hasil dan d hasil kecamatan dengan d hasil kabupaten.