JAKARTA - Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kemendikbudristek, Aminudin Aziz, mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara dengan kebinekaan bahasa terbesar kedua di dunia menghadapi tantangan serius dalam pelestarian bahasa daerah.
Menurutnya, tren kepunahan yang mengkhawatirkan terjadi akibat munculnya sikap negatif penutur jati terhadap bahasa daerahnya, meningkatnya perkawinan silang antarpenutur bahasa daerah, globalisasi, dan urbanisasi serta kebijakan yang tidak selalu berpihak kepada pelestarian bahasa daerah.
Faktor-faktor tersebut mengancam keberadaan 718 bahasa daerah yang ada di Indonesia. Data terkini menunjukkan penurunan signifikan dalam vitalitas beberapa bahasa daerah, yang berarti jumlah bahasa yang mengalami kemunduran terus meningkat.
“Oleh sebab itu, pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bersinergi untuk menekan penurunan vitalitas bahasa daerah melalui upaya revitalisasi,” kata Aminuddin.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Penguatan Revitalisasi Bahasa Daerah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang merupakan bagian dari rangkaian Festival Tunas Bahasa Ibu Nasional (FTBIN) pada 1-5 Mei 2024, yang digelar di Jakarta.
Lebih lanjut, Aminuddin menilai, revitalisasi bahasa daerah (RBD) membutuhkan pendekatan multilevel yang melibatkan berbagai kalangan, mulai dari komunitas lokal hingga kerja sama internasional.
Kebijakan ini mencakup pengakuan atas pentingnya bahasa daerah dalam bidang pendidikan, pemanfaatan teknologi, dan digitalisasi.
Selain itu, peningkatan penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di lingkungan keluarga, akan menjadi pendukung utama kelestarian bahasa daerah.
“Saya berharap, dari kegiatan ini dapat terkoordinasi upaya pelestarian bahasa daerah antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia serta terwujudnya komitmen bersama antara pusat dan daerah dalam pelaksanaan pelindungan bahasa daerah secara konkret dalam program dan penganggaran,” ujar Aminuddin.
Kebijakan RBD di Indonesia telah mengalami beberapa fase, dengan pendekatan yang berbeda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap bahasa. Mulai 2021 Kemendikbudristek melalui Badan Bahasa menerapkan arah baru dalam implementasi RBD di Indonesia.
Arah baru program RBD tersebut mencakup sinergi dan kemitraan, pengembangan kurikulum, bimtek guru master, pelibatan berbagai pihak dan ranah penggunaan, serta prestise bahasa daerah dalam media dan kegiatan sosial-kemasyarakatan.
“Arah itu diterapkan secara berkesinambungan, berfokus, dan berdampak luas. Kebijakan RBD di Indonesia merupakan langkah strategis dan penting dalam memelihara keanekaragaman bahasa dan budaya."
"Pendekatan holistik dan kolaboratif yang diterapkan tidak hanya bertujuan melestarikan bahasa daerah, tetapi juga memperkuat identitas nasional,” ujar Aminuddin.
Sebagai informasi, RBD telah dilakukan selama beberapa puluh tahun dengan fokus pada bahasa-bahasa yang terancam punah dan kritis. Namun, sejak 2021, telah diluncurkan kebijakan baru RBD.
Pendekatan dalam kebijakan baru ini adalah bahwa revitalisasi lebih difokuskan pada bahasa-bahasa yang masih banyak penuturnya, termasuk bahasa-bahasa dalam kategori aman.