• Info DPR

Rachmat Gobel: Industri Pangan Signifikan Entaskan Kemiskinan

Aliyudin Sofyan | Sabtu, 25/05/2024 16:18 WIB
Rachmat Gobel: Industri Pangan Signifikan Entaskan Kemiskinan Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel

JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmad Gobel, mengunjungi pabrik pembuatan tepung singkong atau tapioka di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Kamis (22/5/2024).

“Kita harus terus mengembangkan keragaman bahan pangan, salah satunya singkong dan tepung singkong. Pertanian dan industri pangan bukan saja penting bagi ketahanan dan kedaulatan pangan, tapi juga sangat signifikan dalam membuka lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan serta membangun kesejahteraan masyarakat,” ungkap Gobel dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (25/5/2024).

Gobel mengatakan, dunia sedang dihadapkan pada ancaman krisis pangan. Hal itu terjadi akibat naiknya populasi penduduk dunia, climate change, makin terbatasnya lahan, serta konflik-konflik geopolitik dan menegangnya hubungan sejumlah negara. Semua itu berdampak terhadap naiknya kebutuhan pangan, terganggunya produksi pertanian, dan terganggunya rantai pasok. Saat ini Indonesia sudah merasakannya.

“Kita mengaku negara agraris, tapi berasnya impor dalam jumlah yang relatif besar,” kata Politisi Fraksi Partai NasDem ini.

Selain itu, Indonesia juga sudah lama mengimpor tepung singkong dan menjadi nett importer untuk tepung gandum. Karena itu, ia mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi lebih cepat terhadap persoalan pangan ini.

“Jumlah penduduk Indonesia cukup besar,” katanya.

Namun Gobel membandingkan Indonesia dengan India dan China. Kedua negara ini mampu memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri. Bahkan Indonesia impor beras dari mereka.

Padahal iklim China dan India sebagian tropis dan sebagian lagi subtropis. Jumlah penduduk mereka juga sangat besar dibandingkan dengan Indonesia, mereka di kisaran 1,5 miliar. Namun ternyata mereka bisa lebih baik dari Indonesia.

“Jadi pasti ada yang salah pada kita. Padahal iklim kita lebih ramah, tanahnya subur, lahannya luas, dan jumlah penduduknya jauh lebih sedikit,” katanya.

Karena itu, kata Gobel, Indonesia harus berbenah dalam produksi pangan dan mencari berbagai alternatif sumber pangan.

“Singkong adalah salah satunya,” katanya.

Singkong juga lebih sehat daripada beras dan gandum dilihat dari sisi indeks glikemik dan kandungan gluten. Singkong dan sagu tidak mengandung gluten. Indeks glikemik sagu dan singkong juga lebih rendah dibandingkan dengan beras dan gandum, yaitu sagu 40, singkong 46, gandum 55-69, dan beras 64.

“Jadi sangat bagus untuk mengontrol kadar gula di dalam tubuh,” katanya.

Gobel mengatakan, banyak orang tidak menyadari bahwa tepung singkong dan modifikasi tepung singkong merupakan bahan sangat penting dalam berbagai produk makanan seperti bakso, nuget, mi, dan beragam produk makanan lainnya.

“Karena itu tanpa terasa kita menjadi importir besar untuk tepung singkong,” katanya.

Pada sisi lain, ada banyak negara yang merupakan nett importir atau importir besar tepung singkong seperti Jepang, Filipina, China, dan lain-lain. Tepung singkong juga bisa menjadi bahan kertas, plastik organik, sedotan, dan beragam wadah.

“Jadi selain untuk ketahanan pangan nasional, singkong juga bisa menjadi penghasil devisa,” katanya.

Membangun pertanian pangan, kata Gobel, juga bagian dari pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja yang besar, dan membangun kesejahteraan masyarakat.

“Saya sudah uji coba bertanam singkong di Gorontalo. Hasilnya luar biasa. Per batang bisa 25 sampai 30 kg. Padahal biasanya sekitar 2 sampai 8 kg saja. Jadi ini sangat layak untuk dikembangkan. Yang penting dibangun ekosistemnya sehingga pupuk tersedia, lahan tersedia, pendanaan tersedia, dan penyerapannya terjamin. Insya Allah ini bisa menjadi solusi banyak hal,” katanya.