JAKARTA - Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Rommy Fibri Hardiyanto menyebutkan, belum ada regulasi yang mengatur mengenai penyensoran film pada layanan media Over The Top (OTT) atau platform streaming.
Rommy mengatakan bahwa pihaknya kesulitan jika harus menerapkan kebijakan sensor tayangan di OTT, karena OTT menggunakan jaringan informatika yang domainnya berada di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
"Persoalannya, jaringan informatika itu menjadi domain utama Kemenkominfo, LSF mengikuti dong," kata Rommy saat ditemui awak media di Kawasan Senayan, Jakarta, Senin (3/6/2024).
Sedangkan saat ini semakin marak tayangan platform streaming yang semakin liar dan menjurus ke arah pornografi. Padahal Undang-Undang (UU) pornografi di Indonesia masih berlaku, dan pihak LSF tidak bisa berbuat banyak terait hal tersebut.
"Saya pernah diundang, bahkan oleh menteri dan dihadiri oleh dirjen dan saya sampaikan kita (negara) harus membuat regulasi tentang jaringan informatika. Engga bisa jaringan informatika liar seperti ini," ujar Rommy.
Sementara itu, platform lain seperti televisi, bioskop, dan OTT Nasional yang taat peraturan harus menghadapi kebijakan yang ketat. Rommy memandang hal tersebut merupakan suatu ketidakadilan dalam sudut pandang bisnis.
"Contoh, KlikFilm itu banyak mengambil film-film asing yang potensi kontroversialnya juga tinggi (adegannya), kemudian disensorkan ke LSF dengan pendekatan yang kami pakai," kata Rommy.
Berdasarkan peraturan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), para penyelenggara sistem elektronik harus mengikuti aturan. Untuk itu, Rommy berharap pemerintah segera mengatur regulasi mengenai Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) beserta sanksinya.
"Diatur dong turunan dari undang-undang ITE apa? Kalau boleh adegan telanjang, terus mengapa ada undang-undang pornografi nomor 44 tahun 2008, hapuskan saja, masih ada kok undang-undang pornografi, sementara di bagian yang lain atas nama OTT boleh menayangkan adegan pornografi," kata Rommy.