JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyikapi polemik mengenai ungkapan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI sebagai lembaga superbody adalah anggapan yang keliru tanpa didukung data dan dimensi yuridis yang terukur.
"Ungkapan Kejaksaan sebagai lembaga superbody telah beberapa kali diuji ke pengadilan, baik itu Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangannya di Jakarta, Senin (10/6/2024).
Menurut Ketut, para hakim yang menguji kewenangan tersebut menyadari demikian adanya sebagaimana di beberapa negara lain. Yakni sebagai fungsi kontrol antarlembaga yang telah berjalan sampai saat ini di antara para penegak hukum. Hal itu pun sesuai dengan kaidah yang berlaku yaitu diferensial fungsional yang dilandasi dengan integrated criminal system.
Selain itu, kata dia, beberapa profesor dari perguruan tinggi serta penggiat antikorupsi menyayangkan pernyataan tersebut, bahkan dianggap sebagai bentuk perlawanan koruptor kepada institusi Kejaksaan (currptor fight back).
Terkait kewenangan pemberantasan tindak pidana korupsi, Ketut memaparkan dalam kurun waktu kepemimpinan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, banyak kasus korupsi ditangani. Hal ini seakan publik diberikan perhatian khusus betapa korupsi itu sangat membahayakan dan terjadi sangat masif pada seluruh sektor.
"Mulai dari atas sampai ke daerah, dampak yang diperlihatkan sangat nyata, seperti terjadi perampasan hak ekonomi masyarakat di negara yang sangat melimpah sumber daya alamnya," ujarnya.
Pengungkapan perkara mega korupsi yang memiliki nilai kerugian fantastis menjadi andalan Kejaksaan Agung untuk meraih kepercayaan publik yang mulai meningkat tajam, bahkan sampai menyentuh angka 81,2 persen.
"Oleh karenanya, anggapan para guru besar yang menyebut rakyat ada di belakang Kejaksaan dalam memberantas korupsi bukanlah isapan jempol belaka," ujar Ketut.
Dia menyampaikan bahwa raihan kepercayaan publik Kejaksaan Agung saat ini tidak datang dengan sendirinya, melainkan karena keberanian Kejaksaan Agung dalam melakukan berbagai terobosan yang diambil dalam menyelamatkan, mengembalikan dan memulihkan keuangan negara.
Upaya itu, menurut dia, perlu diapresiasi karena masyarakat telah memberikan perhatian khusus terhadap penerapan unsur perekonomian negara dalam kasus-kasus korupsi, menjerat korporasi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh Kejaksaan.
"Keberanian dan ketegasan dari kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin juga didukung oleh jajarannya dalam hal ini para jaksa agung muda, yang kerap menyampaikan dan menekankan sebagai orkestrasi bersama kepada seluruh insan Adhyaksa agar tidak main-main dengan rasa keadilan masyarakat," ujarnya.
Ketut mengutip pernyataan Jaksa Agung yang akan menindak tegas jaksa yang terlibat tindak pidana. "Jaksa Agung dengan tegas mengatakan, kalau ada pelanggaran integritas di lapangan, saya yang paling pertama memenjarakan kalian," kata Ketut.
Pernyataan itu dibuktikan tidak sedikit pula jaksa yang dipidanakan dalam rangka bersih-bersih internal sebagai salah satu cara Jaksa Agung meletakkan landasan yang kuat dalam membangun integritas personel Adhyaksa.
Tak hanya itu, kata Ketut, Jaksa Agung juga menyampaikan bahwa tanpa kebersamaan dan didukung oleh personel yang tangguh Kejaksaan tidak ada apa-apanya.
"Besar harapan kami masyarakat untuk terus mendukung tugas-tugas pemberantasan korupsi dalam rangka mensejahterakan masyarakat dan melanjutkan penegakan hukum yang lebih bermartabat, hebat, serta bermanfaat bagi masyarakat,” kata Ketut.
Pernyataan Kejaksaan Agung sebagai lembaga superbody disampaikan oleh Pakar Hukum Universitas Trisaksi Prof Trubus Rahadiansyah.
Menurut dia, Kejaksaan Agung memiliki kewenangan yang terlalu berlebihan, dan seolah-olah ingin terlihat hebat sendiri agar mendapat perhatian lebih dari presiden ketimbang para penegak hukum lainnya.