JAKARTA – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) bersama pemerintah daerah dan stakeholders terkait gencarkan Gerakan Pangan Murah (GPM) di berbagai daerah menjelang perayaan Hari Raya Idul Adha 1445 H/2024.
Hal ini merupakan upaya bersama antara pemerintah, asosiasi/mitra, dan pelaku usaha di berbagai daerah untuk menyediakan aneka bahan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau bagi seluruh masyarakat.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi dalam keterangannya, Jumat (14/6/2024) menjelaskan, GPM dilaksanakan untuk menjaga daya beli masyarakat, di mana pada momentum hari besar keagamaan nasional, permintaan (demand) terhadap bahan pangan mengalami kenaikan. Hal ini perlu diimbangi dengan penguatan pasokan untuk menjaga stabilitas harga karena stabilitas pasokan dan harga pangan menjadi salah satu faktor penting dalam pengendalian inflasi.
"GPM menjadi sebuah aksi strategis yang terus kita laksanakan dan kita dorong bersama stakeholder terkait hingga ke seluruh daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Hal ini juga kita terus sampaikan dan menjadi komitmen bersama dalam rapat-rapat pengendalian inflasi yang digelar secara rutin di Kemendagri, sehingga terbangun kesepahaman yang sama bagaimana kita harus menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan, khususnya pada momen HBKN seperti Iduladha," papar Arief.
Adapun GPM merupakan salah satu langkah aksi Badan Pangan Nasional dalam menjaga dan mengendalikan inflasi. Sejak Januari hingga Juni 2024, GPM dilaksanakan sebanyak 5.036 kali di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota. Sedangkan khusus untuk bulan Juni 2024, GPM digencarkan di 281 titik di 16 provinsi dan 83 kabupaten/kota.
Pentingnya pengendalian inflasi, khususnya inflasi pangan, ditegaskan Presiden Joko Widodo dalam Rakornas Pengendalian Inflasi pada Jumat (14/6/2024) di Istana Negara. Meskipun inflasi terjaga 2,84 persen dan terjaga di kisaran target pemerintah sebesar 2,5 persen plus minus satu, Kepala Negara mengingatkan pemerintah daerah untuk tetap waspada dan berhati-hati dengan memonitor secara langsung pertumbuhan ekonomi di lapangan. Hal ini dikarenakan dampak dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi dirasakan secara langsung oleh rakyat.
“Sekarang inflasinya 2,84 (persen), growth, pertumbuhan ekonominya 5,11 persen. Nah ini segar kalau seperti ini. Tapi kita harus tetap waspada, hati-hati, tidak boleh lengah tantangan ke depan tidak mudah,” tegas Presiden Joko Widodo.
Kepala Negara juga menegaskan pentingnya sektor pangan dan korelasinya dengan inflasi yang harus diperhatikan oleh semua pihak. "(Terhadap) urusan pangan hati-hati masalah ini. FAO mengatakan bahwa jika didiamkan, tidak ada pergerakan apa-apa, (maka) 2050 dunia akan mengalami kelaparan. Ini yang harus direncanakan diantisipasi sejak mulai sekarang. Jangan main-main urusan kekeringan, larinya nanti bisa ke inflasi. Begitu stok (pangan) tidak ada, produksi berkurang, artinya harga pasti akan naik. Hukum pasarnya seperti itu, dan itu adalah urusan kehidupan manusia," tegas Presiden Jokowi.