JAKARTA – Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menyatakan, demurrage merupakan hal yang lazim dalam kegiatan ekspor impor. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan keterlambatan bongkar muat dan itu lumrah terjadi, sehingga bisa diperhitungkan secara business to business (B2B).
"Terkait demurrage nanti yang paling tepat untuk menjawab Bapak Dirut Bulog, karena demurrage itu belum selesai hitungannya, mencakup ada shipping line, ada insurance, untuk ekspor impor itu hal yang biasa. Jadi pada saat orang mengekspor atau mengimpor, bisa karena hujan atau hal lainnya, jadi tidak bisa bongkar," ujar Arief saat menghadiri Rapat Kerja Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Terkait hal itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menambahkan bahwa demurrage adalah biaya yang timbul karena keterlambatan bongkar muat di pelabuhan.
"Ini adalah hal yang biasa. Jadi misalnya dijadwalkan (bongkar muat) 5 hari, jadi 7 hari. Mungkin karena hujan, mungkin karena di pelabuhan itu penuh dan sebagainya," jelasnya.
"Demurrage itu biaya yang menjadi bagian dari biaya yang harus sudah diperhitungkan di dalam kegiatan ekspor impor. Berapa persisnya, itu masih terus diperhitungkan, karena ada negosiasi, misalnya mana yang bisa dicover insurance, mana yang tidak, mana yang jadi tanggung jawab shipping. Jadi adanya biaya demurrage itu adalah hal yang bisa dikatakan menjadi bagian konsekuensi logis dari kegiatan ekspor impor," sambungnya.
"Kita selalu berusaha untuk meminimumkan biaya demurrage. Biaya demurrage kami masih berhitung dan tadi masih melakukan negosiasi. Jadi angka akhirnya belum selesai, tetapi perkiraannya kalau dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor, mungkin Insya Allah tidak lebih dari 3 persen," papar Bayu.
Ditemui usai rapat, Arief kembali menegaskan posisi Badan Pangan Nasional adalah pihak yang menugaskan Bulog .
"Demurrage itu hal yang biasa. Itu tinggal dilihat, apakah karena hujan, dia yang tadinya harusnya 6 hari, jadi bisa 7 atau 8 hari. Itu hal biasa dalam business to business seperti biasanya," jelas Arief.
"Jadi Badan Pangan Nasional menugaskan Bulog sesuai hasil Ratas (Rapat Terbatas). Kemudian Bulog itu kan melakukan B2B. Yang order, yang mengimpor, yang mendistribusikan itu Bulog. Ini murni impor. Makanya tadi dalam rapat Komisi IV, saya persilakan Dirut Bulog untuk menjelaskan karena yang paling mengerti ya direksi Bulog gitu," jelasnya.
Lebih lanjut, Arief memberi kepastian total stok beras yang dikelola Bulog berada dalam posisi aman dan mencukupi. Dengan total saat ini 1,7 juta ton dan akan terus bertambah seiring penyerapan produksi dalam negeri. Arief meyakini seluruh program intervensi pemerintah bagi masyarakat dapat terlaksana dengan baik.
"Sampai tengah Juni, Bulog konsisten menyerap produksi dalam negeri dan totalnya sudah hampir 700 ribu ton. Bulog bergerak melakukan itu melalui berbagai program yang baik sekali. Ada program Jemput Gabah, program Mitra Petani, dan program Makmur. Dengan ini, terlihat pemerintah itu sangat fokus dalam memperkuat stok, terutama untuk menabung beras sebagai CPP (Cadangan Pangan Pemerintah)," paparnya.