JAKARTA - Ketua Forum Komunikasi Putra Putri Angkatan Laut (FKPPAL) Ariadi mengatakan putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang menjatuhkan sanksi ringan berupa teguran tertulis kepada Ketua MPR RI sangat aneh, janggal dan sangat dipaksakan.
Bahkan, menurut Ariadi, MKD terbukti melanggar Peraturan DPR RI Nomer 2 tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan DPR RI.
"Putusan MKD DPR yang memutuskan Ketua MPR dinyatakan melanggar kode etik dan dijatuhkan sanksi teguran tertulis terkesan dipaksakan," ujar Ketua FKPPAL Ariadi kepada wartawan di Jakarta, Senin (24/6/24).
"Putusan tersebut dibuat sama sekali tidak didasarkan bukti dan fakta yang ada dimana Ketua MPR tidak pernah menyatakan "seluruh partai politik telah setuju melakukan amandemen UUD 1945" seperti yang dituduhkan pelapor. Tetapi Ketua MPR menyatakan "kalau seluruh partai politik telah setuju melakukan amandemen UUD NRI 1945. Jadi ada kata `kalau/jika`," sambungnya.
Ariadi menjelaskan berdasarkan Peraturan DPR RI Nomer 2 tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan DPR RI pasal 24 ayat 5 disebutkan "Jika Teradu tidak memenuhi panggilan MKD sebanyak 3 (tiga) kali tanpa alasan yang sah, MKD melakukan rapat untuk mengambil keputusan tanpa kehadiran Teradu". Sementara Bamsoet baru sekali dilakukan pemanggilan oleh MKD.
"Ketua MPR baru sekali dipanggil oleh MKD pada tanggal 20 Juni 2024 melalui surat panggilan MKD tertanggal 19 Juni 2024. Ketua MPR tidak hadir karena sudah ada kegiatan lain yang direncanakan sebelumnya.
Ketua MPR juga sudah mengirimkan surat pemberitahuan ketidakhadiran ke MKD. Nah, baru sekali dipanggil sudah langsung diputuskan bersalah. Ada apa sampai MKD harus terburu-buru memutuskan hal tersebut?," tanya Ariadi.
Ariadi menambahkan secara substansi undang-undang, MKD juga tidak bisa menyidangkan Ketua MPR. Sesuai pasal 81 Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) bahwa kewenangan MKD dibatasi hanya menyangkut kewajiban pelaksanaan tugas sebagai anggota DPR.
Meskipun MPR terdiri dari unsur anggota DPR RI dan anggota DPD RI, kata dia, MKD tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa pimpinan MPR.
"Artinya, MKD DPR tidak dapat memeriksa pimpinan MPR dan anggota MPR saat mewakili lembaga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Pak Bambang Soesatyo jelas saat mengatakan "kalau seluruh partai politik setuju melakukan amandemen UUD NRI 1945", dalam kapasitas sebagai Ketua MPR.
"Sehingga, MKD tidak tepat memeriksa apalagi menjatuhkan sanksi kepada Ketua MPR. Secara legalitas hukum, putusan MKD batal demi hukum dan tidak berlaku," ujar Ariadi.