• Bisnis

Eskalasi Harga Pangan Global Naik, Saatnya Genjot Produksi Dalam Negeri

Eko Budhiarto | Selasa, 25/06/2024 11:19 WIB
Eskalasi Harga Pangan Global Naik, Saatnya Genjot Produksi Dalam Negeri Kepala Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi

JAKARTA – Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA)
Arief Prasetyo Adi mengatakan, harga pangan global belakangan ini menunjukan tren eskalasi, yang diiringi pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS. Terkait hal ini, dia mendorong peningkatan produksi pangan pokok strategis yang bersumber dari dalam negeri.

Menilik data di The FAO Food Price Index (FFPI), pada Mei 2024 indeks harga pangan naik 1,1 poin menjadi 120,4 poin. Di bulan sebelumnya indeks tercatat di 119,3 poin. Sementara di awal 2024, indeks masih berada di 117,7 poin. FFPI sendiri adalah pengukuran perubahan harga bulanan lingkup internasional untuk sejumlah komoditas pangan. Indeks ini terdiri dari rerata harga 5 komoditas, antara lain sereal, minyak nabati, produk susu, daging, dan gula.

“Kita harus fokus ke produksi dalam negeri. Ini waktunya kita lakukan peningkatan produksi. Apalagi kurs dollar saat ini sedang tinggi, di atas Rp 16.400 per dollar. Kita sangat ingin efek ekonomi dari importasi tidak hanya di negara mitra melulu, tapi kembali lagi ke Indonesia,” ujar Arief dalam keterangannya, dikutip di Jakarta, Selasa (25/6/2024).

“Jadi kalau kita setiap bulannya bisa tanam lebih dari 1 juta hektar sawah padi, itu ekuivalen 2,5 juta ton beras, negara kita aman. Selanjutnya kita tinggal intensifikasi, mau berapa dinaikan rata-rata produksi per hektarnya. Kemudian ditambah ekstensifikasi, ini tentunya perlu infrastruktur teknologi pertanian. Di pasca panen juga perlu disiapkan. Meningkatkan produksi itu sangat bisa,” kata Arief.

“Seperti arahan Bapak Presiden Joko Widodo bahwa ketersediaan air merupakan hal yang pokok, jadi kalau padi itu harus ada airnya. Untuk itu, pemerintah secara bertahap menyiapkan 61 waduk dan embung demi pastikan air selalu ada diiringi dengan normalisasi saluran air. Lalu juga benih yang berkualitas baik dan pupuk yang berimbang tepat jumlah dan waktu,” sambungnya.

Persoalan air akan semakin menantang ke depannya. Menurut FAO, pada 2025, diperkirakan sebanyak 1.800 juta orang akan tinggal di negara atau wilayah dengan kelangkaan air dengan kategori ‘absolut’ (kurang dari 500 m3 per tahun per kapita). Selanjutnya diperkirakan dua pertiga populasi dunia berada dalam kondisi kelangkaan air berkategori ‘stres’ (antara 500 sampai 1.000 m3 per tahun per kapita). 

Namun apabila peningkatan produksi dalam negeri berhasil diterapkan, tentunya pemerintah bisa kian memperkuat stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Ini karena dalam kondisi apapun, jumlah stok CPP harus senantiasa mampu menopang berbagai program intervensi pemerintah ke pasar dan masyarakat.

“Jadi hari ini Badan Pangan Nasional tentunya menyiapkan CPP, baik dari dalam maupun luar negeri. Ini semua demi CPP. Jadi kenapa kita melakukan importasi, itu semata-mata untuk CPP. Tapi adanya importasi tidak berpengaruh buruk ke harga petani kita, karena pemerintah terus pantau dan jaga di semua level rantai pasok kita, baik harga di produsen, pedagang, maupun  konsumen,” ungkap Arief.

“Ada panen atau tidak ada panen, El Nino atau La Nina, Badan Pangan Nasional tentunya menugaskan Bulog untuk menyiapkan CPP. Saat ini stoknya sekitar 1,8 juta ton untuk beras. Beberapa negara malah sudah menyiapkan sampai setahun, bahkan sampai 2 tahun untuk CPP-nya. Ambisi kita kan mau menjadi lumbung pangan dunia. Saya optimis bahwa ini harus kita petakan bersama-sama. Jadi tidak boleh kalah dengan negara lain,” tegasnya.

“Ke depan semua stakeholder pangan perlu menyepakati adanya semacam blue print begitu ya. Kita detailkan satu per satu. Kalau perlu koordinat lokasi lahan mana yang produktif untuk padi, mana untuk jagung. Lalu mana yang tidak produktif, mana lahan yang pasar surut. Itu dari sisi lahan saja dan dilakukan proteksi, jangan ada alih lahan. Jadi lahan yang produktif bisa disecure,” papar Arief.

 

 

FOLLOW US