JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ajukan banding atas vonis mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis Karen Agustiawan dengan pidana penjara selama sembilan tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Hakim menilai Karen telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021.
"Jaksa penuntut umum KPK sudah memutuskan untuk mengajukan banding," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat 28 Juni 2024.
Adapun alasan jaksa KPK mengajukan banding terkait pidana tambahan uang pengganti. Sebab, hakim tidak menjatuhkan pidana uang pengganti sebesar Rp 1,09 miliar dan US$ 104.016 sebagaimana tuntutan jaksa KPK.
Majelis hakim membebankan kerugian negara sebesar US$ 113.839.186,60 terkait perkara ini kepada perusahaan AS Corpus Christi Liquefaction.
"Banding yang diajukan masih terkait uang pengganti yang tidak dikabulkan oleh majelis hakim," katanya.
Selain itu, vonis hakim terhadap Karen lebih rendah dibanding tuntutan jaksa yang menuntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Terkait hal ini, Tessa belum dapat membeberkan lebih jauh alasan jaksa mengajukan banding. Hal ini karena jaksa masih menyusun memori banding.
"Teman-teman JPU menuju ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengambil salinan lengkap putusan pengadilan Karen Agustiawan untuk selanjutnya dipelajari dan diajukan memori bandingnya," katanya.
Untuk diketahui, Karen didakwa telah merugikan negara sebesar US$ 113,84 juta atau setara Rp 1,77 triliun dalam kasus pengadaan LNG tersebut.
Dia didakwa memperkaya diri sebesar Rp 1,09 miliar dan US$ 104.016, serta memperkaya korporasi Amerika Serikat, yakni Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) senilai US$ 113,84 juta yang mengakibatkan kerugian keuangan negara
Selain itu, dia juga turut didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.