JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menekankan Indonesia bisa mengikuti langkah revolusioner Arab Saudi dalam memberantas korupsi.
Menurut Bamsoet, Arab Saudi memiliki mekanisme pengembalian aset negara dari korupsi dengan merampas harta yang dimiliki terdakwa korupsi yang dituangkan dalam financial agreements.
Singapura juga hampir sama. Salah satu Pengusaha ternama yang terjerat kasus korupsi karena diduga menyuap Menteri Transportasi Singapura dibebaskan setelah memberikan uang jaminan.
Konsep serupa juga dijalankan Ceko dan Argentina yang mengedepankan pengembalian kerugian keuangan negara dengan mengenyampingkan tindakan pidana.
"Konsep pengembalian kerugian negara sesuai dengan amanah United Nations Convention Againts Corruption pasal 51 yang menyatakan bahwa pengembalian aset merupakan prinsip dasar untuk memberantas korupsi," ujar Bamsoet.
Hal itu Bamsoet sampaikan saat menjadi Dosen Penguji Sidang Tertutup Disertasi Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, `Pemberantasan Korupsi Melalui Prinsip Ultimum Remedium. Suatu Strategi Pengembalian Kerugian Keuangan Negara`, di Universitas Borobudur, Jakarta, Rabu (3/7/24).
Bamsoet menjelaskan, pengembalian kerugian negara bisa menjadi solusi jitu dalam memberantas korupsi di Indonesia. Mengingat penerapan sanksi pidana penjara sebagaimana telah dilakukan selama ini, terbukti tidak memberikan efek jera.
Negara justru mendapatkan dua kerugian yakni keuangan negara dirugikan, serta negara juga harus menanggung beban terpidana korupsi selama di penjara.
"Kerugian keuangan negara akibat korupsi merupakan penindasan atas hak-hak sosial masyarakat, oleh karenanya harus dikembalikan oleh para pelaku tindakan korupsi. Bahkan founding father kita, Presiden Soekarno menekankan bahwa penindasan atas hak-hak sosial masyarakat merupakan bagian dari exploitation delhomee parl home (penindasan manusia atas manusia) yang harus dihilangkan," ujar Bamsoet.
Dosen Tetap Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Trisakti, Universitas Pertahanan RI (UNHAN) dan Universitas Jayabaya ini menerangkan, hasil kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam periode 2013-2022 mencatat kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 238,14 triliun.
Angka tersebut didapat berdasarkan putusan korupsi yang dikeluarkan oleh pengadilan tingkat pertama hingga kasasi.
Di tahun 2023 lalu, ICW mencatat terdapat 791 kasus korupsi yang menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 28,4 triliun. Di tahun 2023 tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil melakukan pengembalian kerugian keuangan negara sebesar Rp 526 miliar, dan Polri sebesar 909 miliar
Sedangkan Kejaksaan berhasil mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 13,1 miliar dari denda, Rp 211,4 juta dari uang pengganti, Rp 1,5 miliar dari hasil lelang, dan Rp 671.500 dari biaya perkara.
"World Bank (Bank Dunia) menekankan pengembalian aset Tipikor sangat penting bagi pembangunan negara berkembang. Setiap USD 100 juta hasil korupsi yang bisa dikembalikan, dapat membangun 240 kilometer jalan, mengimunisasi 4 juta bayi dan memberikan air bersih bagi 250 ribu rumah," kata Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran (UNPAD) menambahkan, konsep pengembalian kerugian keuangan Negara sebetulnya sudah tertuang dalam Pasal 4 Jo. Pasal 18 (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001.
Namun, terjadi permasalahan dalam konsepsi pemidanaan pemberantasan korupsi tersebut, karena adanya ketentuan pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor yang mengatakan bahwa, pengembalian kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud pada pasal 2 dan pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.
"Pemberlakukan pasal ini menjadi argumentum a contrario dari tujuan pemberantasan korupsi yang ingin mengedepankan pengembalian kerugian keuangan Negara. Oleh karenanya ketentuan tersebut selayaknya dikaji ulang dan direvisi," ujar Bamsoet.
Sebagai informasi, dalam Sidang Tertutup Disertasi Ahmad Sahroni, hadir para penguji lainnya antara lain, Hakim Agung RI Prof. Surya Jaya sebagai promotor, dan Jaksa Agung Muda Intelijen Prof. Dr. Reda Manthovani sebagai penguji eksternal dari Universitas Pancasila.
Hadir juga Rektor Universitas Borobudur Prof. Bambang Bernanthos sebagai ketua sidang penguji, Direktur Pascasarjana Universitas Borobudur Prof. Faisal Santiago sebagai ko-pomotor, serta Prof. Ade Saptomo dan Dr. Ahmad Redi.