JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) defisit sebesar Rp77,3 triliun atau 0,34% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada semester I-2024.
Belanja negara tercatat meningkat 11,3% yoy mencapai Rp1.398 triliun.
“Peningkatan belanja negara tersebut terutama terkait peran APBN sebagai shock absorber untuk antisipasi gejolak global, melindungi daya beli masyarakat, serta tetap mendukung berbagai prioritas agenda pembangunan nasional,” ujar Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Senin (8/9/2024).
Komponen Belanja Pemerintah Pusat (BPP) mencapai Rp997,9 triliun atau tumbuh 11,9 persen yoy, yang juga mencakup belanja yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat senilai Rp762,1 triliun atau 76,4 persen BPP.
Di samping itu, penyelenggaraan pemilu, kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN), pemberian tunjangan hari raya (THR) dengan tunjangan kinerja (tukin) 100 persen, serta program bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan pada semester I turut berperan dalam peningkatan belanja negara.
Sejumlah pos belanja negara juga turut terkerek akibat depresiasi rupiah, khususnya subsidi dan kompensasi energi.
Bendahara Negara menyampaikan, di tengah dinamika global yang kurang kondusif, defisit anggaran hingga akhir 2024 diperkirakan akan berada pada level 2,7 persen PDB, melebar dari target APBN 2024 yang sebesar 2,29 persen PDB.
Belanja negara diperkirakan mencapai Rp3.412,2 triliun atau 102,6 persen dari pagu APBN 2024, seiring dengan peran APBN sebagai shock absorber untuk tetap menjaga momentum pertumbuhan, melindungi daya beli dan mendukung pencapaian target-target prioritas pembangunan nasional.
Strategi pembiayaan anggaran, yang tercatat mencapai Rp168,0 triliun atau 32,1 persen APBN per semester I-2024, diupayakan untuk tetap efisien. Hal itu dilakukan melalui penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) di tahun 2024 sehingga mengurangi kebutuhan penerbitan surat berharga negara (SBN).