JAKARTA - Kepala Biro Hubungan Masyarakat MPR RI, Anies Mayangsari Muninggar, menegaskan bahwa MPR memberi perhatian khusus terhadap pelayanan publik.
MPR, kata Anies Mayangsari, sangat terbuka bagi mereka yang memiliki kepentingan terhadap lembaga ini. Baik mereka yang ingin mendapat informasi menyangkut kebijakan, putusan, maupun kegiatan sehari-hari.
MPR juga memberi kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat yang hendak berkunjung, untuk melihat dari dekat atau sekedar berfoto di area lembaga legislatif. Ini sesuai dengan tagline MPR sebagai rumah kebangsaan, pengawal ideologi Pancasila dan kedaulatan rakyat.
Apalagi, perintah untuk melayani kepentingan publik, itu sudah tertuang dalam UU No 25 tahun 2009, tentang pelayanan publik.
"Kami membuka pintu selebar-lebarnya bagi masyarakat untuk berkunjung ke MPR. Silakan berkirim kabar terlebih dulu, bisa melalui surat elektronik, telpon atau sarana komunikasi lainnya. Kami akan menyesuaikan waktu kunjungan dengan jadwal dan kegiatan yang ada," katanya.
Pernyataan itu disampaikan Anies Mayangsari pada Forum Konsultasi Publik (FKP) kerjasama Sekjen MPR RI dengan Universitas Djuanda Bogor, Kamis (18/7/2024). FKP itu mengetengahkan tema Peran Humas Dalam Peningkatan Pelayanan Publik Melalui Penerimaan Delegasi Dan Keterbukaan Informasi melalui website.
Setiap kunjungan ke MPR, kata Anies tidak dipungut biaya sepeserpun, alias gratis. Bahkan MPR menyediakan konsumsi yang sangat layak, sebagaimana biasanya. Untuk menjaga kepuasan pengunjung, menurut Anies MPR juga melaksanakan survey secara berkala.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa MPR juga menerima segala kritik, untuk mengurangi maupun mengantisipasi potensi terjadinya ketidaknyamanan atau kekurangan dalam penerimaan delegasi.
"Kami ingin memastikan segalanya baik-baik saja, karena itu kami membuka diri dari kritik juga masukan. Ini penting agar setiap kekurangan yang ada, tidak terjadi perulangannya," katanya
Pendapat berbeda disampaikan dosen Universitas Djuanda Bogor, Dr. Saprudin. Menurutnya, potret pelayanan publik di Indonesia, memiliki kekurangan yang hampir sama. Yaitu, tidak ada akses buat kaum lemah, baik karena kemiskinan maupun cacat.
"Kita juga menghadapi tantangan layanan publik digital yang lebih efektif. Rata-rata aplikasi yang digunakan rumit, sehingga tidak semua orang bisa menggunakan secara mudah. Selain itu proses layanan selalu terkesan komplek, panjang dan tidak transparan. Inilah tantangan yang membutuhkan jalan keluar dengan baik," kata Saprudin.