JAKARTA - Indonesia Indicator mengungkapkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak seperti perundungan (bullying), pedofilia, judi daring (online) dan penipuan daring merupakan bentuk kekerasan digital yang paling sering muncul di media sosial.
"Perundungan masih menjadi isu yang selalu muncul setiap bulannya, baik dalam bentuk `cyber bullying` maupun dalam bentuk kasus perundungan yang diviralkan di media sosial," kata Direktur Indonesia Indicator (i2) Rustika Herlambang dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (27/4/2024).
Melalui riset bertajuk "Tren Kekerasan Digital pada Anak", Indonesia Indicator mencatat, sepanjang 1 Januari hingga 21 Juli 2024, kekerasan digital pada anak di Indonesia menjadi salah satu isu yang diperbincangkan netizen (warganet).
Menurut Rustika, jumlah unggahan kekerasan digital pada anak di media sosial mencapai 24.876 unggahan dengan jumlah tanggapan mencapai 3.004.014 "engagement".
Isu terbesar memperbincangkan soal `bullying` sebanyak 75.963 unggahan, pedofilia (14.227), penipuan daring (8.477), judi daring (5.021), "doxing" 763 dan "cyberstalking" 611 unggahan. "Grooming 603 unggahan dan `revenge porn` 205 unggahan," katanya.
Perundungan terhadap anak menjadi isu yang paling banyak mendapat reaksi "engagement" netizen, mencapai 5.962.909.
Contoh kasus "bullying" yang paling menyita atensi netizen antara lain video curhatan seorang anak perempuan berinisial Y yang kerap mendapat cemoohan teman-temannya 1.460.280 "enggament".
"Kasus `bullying` di sebuah sekolah di Serpong mencapai 23 ribu `enggagement` dan kasus `cyber bullying` anak sekolah makan di sebuah restoran cepat saji 649 `engagement`," kata dia.
Dia mengungkapkan kondisi anak yang rentan terkena penipuan daring (online) di media sosial juga perlu menjadi atensi bersama.
Riset menunjukkan, kasus penipuan secara daring terhadap anak menempati urutan kedua dalam top "engagement" netizen yang mencapai 912.325 "engagement".
Sementara itu, pedofilia menjadi isu kekerasan digital pada anak dengan "enggagement" tertinggi ketiga, mencapai 145.730 dan judi "online" berada diposisi keempat dengan 65.255 "engagement".
Hasil riset Indonesia Indicator ini sejalan dengan temuan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komnas Perlindungan Anak, yang menyebutkan bahwa tren kekerasan terhadap anak cenderung menanjak dalam lima tahun terakhir.
Pada 2019, kasus "cyber bullying" mencapai 2.000 kasus, namun hingga pertengahan 2023 angkanya menyentuh lebih dari 4.000 kasus.
Kasus eksploitasi seksual secara daring yang melibatkan anak-anak juga mengalami lonjakan dari 1.200 kasus pada 2019 menjadi lebih dari 2.000 lebih kasus pada 2023.
Fakta tersebut sejalan dengan tren percakapan kekerasan digital di media sosial yang hampir selalu eksis sepanjang tahun 2024. Pada Februari 2024, ekspos perbincangannya melonjak hingga 7.000 lebih unggahan karena viral kasus "bullying" di sebuah sekolah di Serpong.
Pada bulan yang sama, warganet juga menyoroti permintaan maaf Meta Facebook terkait kasus pelecehan anak di media sosial.
Pada Mei 2024, perbincangan soal pedofilia juga melonjak hampir menyentuh 5.000 unggahan karena ramainya warganet yang curhat soal banyaknya kasus pedofilia yang dialami anak-anak. Salah satu yang viral, yakni kasus anak usia 5 tahun di Pematangsiantar yang jadi korban pemerkosaan.
Sementara pada Juni 2024, netizen ramai memperbincangkan temuan kasus judi "online" yang melibatkan anak-anak. Dalam sebuah kasus viral yang dicuitkan netizen, ada orang tua yang mengalami kerugian hingga Rp100 juta akibat judi "online" yang dilakukan anaknya.
Data KPAI mencatat fenomena judi "online" juga memberi dampak pada anak-anak di bawah umur. Sebanyak 80 anak berusia di bawah 10 tahun telah terpapar dan menjadi pemain judi "online". Sementara anak berusia 10-20 tahun yang kecanduan judi "online" mencapai 440 ribu orang.