JAKARTA - Ketua MPR RI ke-16 sekaligus Ketua Umum Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Beladiri (Perikhsa) Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengingatkan, Kepemilikan senjata api di Indonesia diatur ketat dalam UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Namun, kata Bamsoet, ketentuan lebih lanjut tentang teknis kapan seorang pemilik Ijin khusus senjata apa beladiri (Iksha) bisa menggunakan senjata apinya, seperti apa tahapan penggunaannya, semisal dikokang, diarahkan, atau ditembak ke atas sebagai peringatan, sampai saat ini belum ada.
"Sehingga seringkali menyebabkan kerancuan, multitafsir, bahkan salah tafsir dari berbagai pihak. Baik dari sisi pemilik Ikhsa sendiri, maupun dari sisi Kepolisian. Karena itu, revisi UU Darurat No 12 tahun 1951 dan penerbitan Peraturan Pemerintan atau PP sangat penting," ujar Bamsoet.
Hal tersebut ia sampaikan saat membuka Asah Keterampilan Penggunaan Senjata Bela Diri Perikhsa 2024 serta melantik Pengurus DPD Perikhsa Bali dan Jawa Timur bersama Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly , di Lapangan Tembak Senayan Jakarta, Sabtu (27/7/24).
Bamsoet menguraikan, salah satu bentuk penggunaan senjata api oleh warga sipil adalah untuk keperluan membela diri baik keselamatan nyawa, harta, dan kehormatan diri sendiri atau orang lain.
Hal ini menurut hukum dibenarkan hanya dalam keadaan tertentu yakni keadaan bela paksa (noodweer), bela paksa berlebih (noodweer excess maupun keadaan darurat (overmacht), sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Beberapa waktu lalu, rancangan naskah akademik Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perizinan Senjata Api Beladiri Sipil Non-Organik TNI/Polri, yang disiapkan DPP Perikhsa sudah diserahkan kepada Kementerian Hukum dan HAM RI. Naskah akademik untuk revisi UU Darurat No 12 tahun 1951 juga sudah disiapkan. Semoga bisa diajukan menjadi RUU inisiatif DPR pada periode 2024-2029 mendatang," kata Bamsoet.
Dewan Penasehat Pengurus Besar Persatuan Menembak Indonesia (PB Perbakin) ini menerangkan, revisi UU Darurat No 12 tahun 1951 dan keberadaan PP juga untuk menghindari kriminalisasi terhadap pemilik Ikhsa.
Sebagai contoh pernah viral beberapa waktu lalu, pemilik Ikhsa yang terancam nyawanya karena berpotensi dikeroyok oleh sopir bus dan kawan-kawannya, justru malah berhadapan dengan hukum karena ia mengokang senjata api bela diri miliknya.
Padahal, ia tidak mengarahkan senjata api, hanya mengokang dan menaruh kembali senjata api di sarungnya, sebagai antisipasi sekaligus
pernyataan verbal bahwa dia bersenjata untuk mencegah terjadinya pengeroyokan yang sudah hampir terjadi.
"Kisah memilukan juga pernah dialami pemilik Ikhsa lainnya yang juga merupakan anggota Perbakin. Walaupun memiliki senjata api bela diri, Ia justru tidak berani menggunakannya dalam menghadapi pengeroyokan. Akibatnya justru ia meninggal dunia karena tidak berani menggunakan senjata api untuk membela dirinya karena tiadanya kepastian hukum," kata Bamsoet.
Ia menyebut, para pemilik senjata api itu, selain berkontribusi dalam pendapatan negara melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP), mereka juga dapat membantu pemerintah dan kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat.
"Sekaligus bisa dimanfaatkan sebagai komponen cadangan yang sewaktu-waktu bisa mendukung TNI sebagai bagian penjaga kedaulatan bangsa dan negara," kata Bamsoet.
Selain membuka kegiatan Asah Keterampilan Penggunaan Senjata Bela Diri Perikhsa 2024. Bamsoet juga mengukuhkan kepengurusan DPD Perikhsa Bali yang diketuai De Gajah yang juga Ketua DPD I Gerindra Bali sekaligus Wakil Ketua DPRD Bali dan Kepengurusan Jawa Timur yang diketuai oleh Hadi Susilo.
Keberadaan DPP dan DPD Perikhsa di seluruh provinsi diperlukan untuk mewadahi para pemilik izin khusus senjata api beladiri yang saat ini berjumlah 27.000 orang serta memberikan edukasi dan pembinaan kepada para pemilik senjata api beladiri.
"Para anggota Perikhsa akan dilatih mengenai cara pemakaian senjata api dan batasan-batasannya sehingga tidak menjadi bumerang. Jangan sampai nanti kita bela diri, tetapi nanti malah kita bisa terkena pasal pidana kalau penggunaan senjata api yang tidak tepat. Salah satu edukasi yang kita lakukan dengan mengadakan kegiatan asah ketrampilan penggunaan senjata api bela diri Perikhsa ini," ujar Bamsoet
Bamsoet menjelaskan, kepemilikan senjata api untuk beladiri di Indonesia saat ini diatur dalam UU Darurat Republik Indonesia No.12/1951 serta Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 (Perkap 18/2015). Dalam Perkap 18/2015 diatur beberapa profesi yang bisa mengajukan izin memiliki senjata api.
Antara lain pemilik perusahaan, PNS/ Pegawai BUMN golongan IV-A/setara, Polri/TNI berpangkat minimal komisaris/mayor, anggota legislatif/lembaga tinggi negara/kepala daerah, serta profesi yang mendapatkan izin dari instansi berwenang (Polri).
"Perkap 18/2015 mengatur tiga macam senjata api yang boleh dimiliki masyarakat sipil setelah memenuhi sejumlah persyaratan, yakni senjata api peluru tajam, senjata api peluru karet, dan senjata api peluru gas. Untuk senjata api peluru tajam, dibatasi untuk senapan berkaliber 12 GA dan pistol berkaliber 22, 25, dan 32. Sedangkan senjata api peluru karet dan peluru gas dibatasi untuk peluru berkaliber 9 mm," pungkas Bamsoet.