JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad menyampaikan bahwa tantangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selama ini adalah berupaya melakukan penguatan dan peningkatan kewenangan DPD melalui amandemen UUD, yang sampai saat ini selalu menemui kendala.
Namun, Fadel Muhammad mengatakan, ada satu konsep yang bisa melakukan itu semua, yakni penerapan Collaborative Parliament. Konsep ini mengacu kepada kolaborasi parlemen dalam sistem parlemen bikameral dalam berbagai tugas terkait kewenangan DPD yang terdapat pada Pasal 22D UUD NRI Tahun 1945.
"Collaborative Parliament juga untuk membangun agar hubungan antara DPD dan DPR benar-benar saling melengkapi, bukan berkompetisi atau bersaing," katanya.
Hal tersebut disampaikan Pimpinan MPR dari Kelompok DPD RI ini, dalam Dialog Publik Forum Gerakan Untuk Rakyat (Guntur), bertema `Urgensi Penguatan Fungsi DPD RI Dalam Perspektif Hukum Tata Negara` yang digelar Bidkumhankam PB HMI 2024-2026, di Tebet, Jakarta, Sabtu (27/7).
Fadel Muhammad yang diundang secara khusus sebagai narasumber utama, untuk menyampaikan pandangannya terhadap tema yang diusung ini, menjelaskan, bentuk saling melengkapi dalam collaborative parliament itu adalah, DPD fokus kepada pemerintah daerah yang memang sudah menjadi stakeholder-nya, serta menguatkan pembangunan daerah.
"DPD harus mengamati dan berbicara mengapa satu daerah misalnya, perekonomiannya tidak berkembang, mengapa kemiskinan masih cukup tinggi, padahal anggaran ada. Intinya, DPD kembali kepada niat awal dibangun atau dibentuknya DPD itu sendiri. Sedangkan DPR, fokus kepada kebijakan pemerintah pusat," ujar anggota DPD Dapil Provinsi Gorontalo ini.
Dengan adanya pembagian tugas itu, lanjut Fadel Muhammad, DPD memiliki kewenangan lebih sekaligus mewakili parlemen seutuhnya terkait kepentingan daerah. DPD juga bisa melaksanakan paradigma local collaborative governance melakukan kolaborasi dengan Pemda dan unsur lainya untuk kemajuan daerah.
"Jika collaborative parliament ini dilakukan, maka upaya peningkatan atau penguatan DPD tidak perlu melalui amandemen UUD, tapi cukup diakomodir melalui UU MD3 dan UU P3 (Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)," kata Fadel Muhammad.
Konsep Collaborative Parliament sendiri, dikatakan Fadel Muhammad, muncul berkaca dari keberhasilan penerapan paradigma pelayanan publik local Collaborative Governance dengan nuansa Entrepreneurial Governance, yang dilakukannya saat menjabat sebagai kepala daerah, Gubernur Provinsi Gorontalo selama dua periode.
"Dalam penerapan paradigma tersebut, pemerintah daerah tidak boleh sendiri. Tapi, harus melibatkan stakeholders yang lain. Dari pengalaman saya saat menjadi gubernur Gorontalo, saya coba ketika itu menerapkan pikiran dan ide, di mana saya tidak sendirian tapi melibatkan berbagai elemen masyarakat. Di antaranya, melibatkan perguruan tinggi dan tokoh masyarakat sampai saya menemukan format pembangunan yang ideal diterima oleh semua pihak," katanya.
Sedangkan nuansa Entrepreneurial Governance dalam paradigma collaborative governance itu, kemudian memberi faktor kesempurnaan tersendiri dalam pengelolaan daerah, terutama dalam penempatan dan pengelolaan anggaran daerah.