JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan memasuki usia kemerdekaan Indonesia yang ke-79, tantangan bangsa Indonesia ke depan semakin banyak dan perlu disikapi bersama.
Untuk itu, kata Bamsoet, keadilan sosial sebagai nilai fundamental Pancasila harus melandasi semua kebijakan dan perilaku penyelenggara negara. Baik dalam bidang politik, ekonomi, hukum, maupun keamanan dan sosial budaya.
Masih banyak pekerjaan rumah ke depan. Pemerataan dan keadilan belum sepenuhnya dapat dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat, dari Sabang hingga Merauke. Sayup-sayup masih terdengar aspirasi rakyat yang menyuarakan kerinduan akan kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan. Rakyat Indonesia mendambakan sebuah negara yang tidak hanya berkembang dari segi ekonomi, tetapi juga dalam aspek moralitas dan integritas.
"Rakyat kita mengharapkan agar pemerintah dapat menghadirkan kebijakan yang memperhatikan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Termasuk mereka yang berada di garis depan perjuangan melawan kemiskinan dan ketidakadilan. Rakyat mendambakan sistem hukum dan pemerintahan yang benar-benar adil, inklusif, dimana setiap individu, kelompok dan golongan, mendapatkan kesetaraan hak dan kewajiban, tanpa diskriminasi," ujar Bamsoet dalam Sidang Tahunan MPR 2024 di Komplek Parlemen Jakarta, Jumat (16/8/24).
Bamsoet menjelaskan, meningkatnya populasi penduduk dunia khususnya di Indonesia, akan membutuhkan daya dukung bahan pangan yang lebih besar. Pada saat bersamaan, sektor pertanian sebagai penopang ketahanan pangan, justru menghadapi beragam tekanan. Mulai dari makin sempitnya lahan pertanian, stagnasi produksi, meningkatnya frekuensi hama dan penyakit tumbuhan, makin mahalnya biaya produksi, serta ancaman perubahan iklim.
"Untuk menghindari risiko krisis pangan di masa yang akan datang, kita perlu menyiapkan strategi besar untuk menciptakan “kedaulatan pangan” Indonesia. Bukan sekedar “ketahanan pangan”, yang acap kali mengandalkan impor bahan-bahan pangan dari luar negeri," kata Bamsoet.
Bamsoet memaparkan, ketahanan keamanan siber di Indonesia juga masih perlu peningkatan. Ini terkait juga dengan kasus peretasan data nasional yang mengisyaratkan urgensi ketersediaan lembaga pemerintah yang berfokus pada keamanan siber, termasuk peraturan hukum. Indonesia menurut National Cyber Security Index, masih menempati posisi ke-lima di Asia Tenggara dalam hal keamanan siber.
"Kita telah sama-sama mengetahui, dunia sudah memasuki era internet of military things/internet of battle-field things. Dimana operasi militer semakin dapat dikendalikan dari jarak yang sangat jauh, dengan lebih cepat, tepat dan akurat," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menuturkan, sudah saatnya Indonesia segera mempersiapkan pembentukan matra ke-IV Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan menghadirkan Angkatan Siber. Kehadirannya untuk memperkuat tiga matra yang sudah ada, yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
"Ini penting mengingat posisi geopolitik Indonesia sangat rawan. Sebab, Indonesia berhadapan langsung dengan trisula negara persemakmuran Inggris, yakni Malaysia, Singapura, dan Australia, yang tergabung dalam Five Power Defence Arrangement (FFDA) bersama Selandia Baru dan Britania Raya. Di sisi lain, juga berada dalam arena pertarungan geopolitik Rusia, Tiongkok, dan Amerika," urai Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, di bidang energi, Indonesia telah berkomitmen secara bertahap menekan emisi gas rumah kaca dengan mengurangi porsi penggunaan energi fosil dan mulai beralih pada energi baru dan terbarukan. Transisi energi ini merupakan pekerjaan besar, yang membutuhkan investasi sangat besar, dan tidak akan tuntas hanya dalam tiga sampai lima tahun.
"Strategi hilirisasi industri sudah memberikan hasil positif berupa nilai investasi pada industri pengolahan mineral yang meningkat pesat. Nilai ekspor nikel juga tumbuh sangat tinggi, yang membuat Indonesia menjadi negara penghasil nikel terbesar nomor satu di dunia," kata Bamsoet.