JAKARTA - Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad menyebutkan Pimpinan MPR periode 2019-2024 akan merekomendasikan perubahan (amandemen) UUD NRI Tahun 1945 kepada MPR periode yang akan datang.
Selain merekomendasikan perubahan UUD, kata Fadel Muhammad, MPR periode ini juga telah menyelesaikan penyusunan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang akan diserahkan kepada MPR periode 2024-2029.
“Kita akan merekomendasikan perubahan (amandemen) UUD NRI Tahun 1945 atau amandemen yang kelima kepada MPR yang akan datang. Perubahan (amandemen) UUD ini diharapkan bisa mengakomodir pemikiran-pemikiran yang berkembang dari semua pihak. Untuk itu, MPR yang baru nanti (periode 2024-2029) kita harapkan bisa mengambil langkah (perubahan atau amandemen UUD) itu,” katanya usai mengikuti seminar dalam rangka memperingati Hari Konstitusi di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen Jakarta, Minggu (18/8/2024).
Seminar yang dibuka Ketua MPR Bambang Soesatyo ini mengambil tema “Refleksi Ketatanegaraan: Quo Vadis MPR RI” dengan pembicara Anggota MPR dari Kelompok DPD, Jimly Asshiddiqie, cendekiawan Yudi Latief, dan Jimmy Z. Usfunan (dosen Hukum Tata Negara Universitas Udayanya).
Seminar dihadiri Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Pimpinan Alat Kelengkapan MPR, Pimpinan Komisi Kajian Ketatanegaraan, Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD, Pimpinan Sekretariat Jenderal MPR, serta civitas akademika dari 13 perguruan tinggi di Jabodetabek.
Fadel Muhammad mengungkapkan berkaitan dengan perubahan konstitusi, Indonesia sedang menerapkan demokrasi di sebuah negara yang plural atau majemuk. Berbeda dengan demokrasi di negara-negara lain, tidak banyak negara yang menerapkan demokrasi di sebuah negara yang plural.
Indonesia menjadi percontohan penerapan demokrasi di masyarakat majemuk. “Jadi kita sekarang ini berada dalam proses menuju demokrasi yang majemuk itu,” jelas senator dari Provinsi Gorontalo ini.
Dalam demokrasi di negara yang plural, kata Fadel Muhammad, perlu mengakomodir pikiran-pikiran yang berkembang. Karena itu, MPR berkeinginan keras agar terjadi perubahan UUD yang kelima sehingga bisa mengakomodir semua pihak dan pikiran-pikiran yang berkembang.
"Untuk itu, MPR yang baru nanti kita harapkan bisa mengambil sebuah sikap baru (melakukan amandemen atau perubahan UUD). Kita akan rekomendasikan kepada Pimpinan MPR berikutnya,” katanya.
Fadel Muhammad menambahkan rekomendasi dari MPR periode 2019-2024 ini juga dilengkapi dengan naskah PPHN yang telah selesai disusun. “Kita juga merekomendasikan kepada MPR berikutnya untuk merealisasikan PPHN. Kita juga merekomendasikan pikiran-pikiran yang plural dan majemuk dari para tokoh bangsa ini,” imbuhnya.
Menyinggung soal penataan lembaga MPR, Fadel Muhammad menerangkan bahwa keanggotaan MPR juga akan diperbaiki, dengan memasukkan unsur Utusan Golongan. Pada era reformasi, Utusan Golongan dihapuskan dari keanggotaan MPR. Sekarang anggota MPR terdiri dari anggota DPR (perwakilan partai politik) dan anggota DPD (perwakilan atau representasi daerah.
“Keanggotaan MPR kita akan perbaiki di masa yang akan datang. Utusan Golongan bisa menjadi salah satu unsur keanggotaan MPR. Dari aspirasi banyak pihak, ada juga yang menginginkan MPR kembali menjadi lembaga tertinggi seperti pesan di dalam UUD 1945 sebelum amandemen,” katanya.