• Sport

Pengamat Sebut Banyak Pabrik Tutup Gegara Impor Asal Bahan Konsumtif

Ariyan Rastya | Selasa, 20/08/2024 06:10 WIB
Pengamat Sebut Banyak Pabrik Tutup Gegara Impor Asal Bahan Konsumtif Pengamat Kebijakan Publik, Jerry Massie. Foto: Ist

JAKARTA - Pakar Kebijakan Publik Jerry Massie menyatakan impor bahan konsumtif yang tidak dibendung akan membahayakan ekosistem industri Indonesia di Indonesia. Menurutnya, banyak dampak yang diakibatkan dari kelalaian tersebut.

Jerry menilai, sudah banyak pabrik-pabrik tekstil yang tutup karena impor tersebut. Pemerintah harus memperhatikan betul kebijakan impor itu.

“Coba saja lihat, sudah berapa pabrik tekstil yang gulung tikar. Belum salah satu pabrik alas kaki yang memiliki sejarah panjang Indonesia, juga harus menutup pabriknya. Itu artinya, ada masalah dalam sektor industri tersebut,” kata Jerry, Selasa (20/8/2024).

Ia menyatakan jika dibandingkan kualitas produk Indonesia tidak kalah bagusnya dengan produk impor.

“Bahkan kerap kali yang terjadi, barang dibuat di Indonesia, dibawa keluar negeri, diberi label, lalu masuk ke Indonesia sebagai barang impor,” urainya.

Menyikapi hal itu, Jerry meminta pemerintah untuk lebih peduli dengan ekosistem industri di Indonesia.

“Yang pertama, pemerintah harus membangun industri lagi, yaitu dengan memberikan kemudahan baik insentif maupun pengurangan beban pajak, sehingga pabrik-pabrik itu bisa bertumbuh lagi,” urainya lagi.

Selanjutnya, Pemerintah juga harus bisa mendorong inovasi dibidang desain dan bahan baku, sehingga industri alas kaki maupun tekstil bisa mengikuti zaman.

“Indonesia ini punya beberapa merk besar yang sudah berjalan puluhan tahun usahanya. Itu kan bisa dibantu untuk stabil kembali. Lalu dibantu juga untuk melihat demand pasar seperti apa, sehingga produk dalam negeri itu bisa bersaing, tak hanya harga tapi juga model terkininya,” kata Jerry tegas.

Selain itu, Direktur P3S ini juga mengimbau Kemendag, Kemeperin dan Kemenkeu, khususnya bea cukai harus memperketat UU soal barang impor masuk tanah air.

“Kalau perlu tax atau pajak dinaikan dan pengawasan di setiap bandara dan pelabuhan di perketat,” tuturnya.

Terakhir, ia meminta pemerintah untuk memperkuat home industry, sebagai penopang industri besar dalam hal bahan baku atau bahan setengah jadi.

“Bagaimana kita mau bersaing perusahaan tekstil saja banyak yang tumbang dan ambruk. Padahal kualitas pakaian jadi kita sangat baik dan diakui dunia. Merek-merek Calvin Klein, Express, American Eagle sangat laris di Amerika atau disukai di Amerika. Untuk itu untuk mencegah impor maka brand kita seperti Bata dan Bucchery harus di-push dan terus dioptimalkan. Ini PR besar untuk pemerintahan Prabowo,” pungkasnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, impor pakaian jadi secara bulanan mengalami peningkatan. Pada Juli 2024, BPS mencatat, impor pakaian jadi khususnya HS 61 yaitu pakaian rajutan dan HS 62 bukan rajutan mengalami lonjakan masing-masing 55,46 persen dan 29,01 persen secara bulanan.

Lonjakan impor yang masif berbarengan dengan penurunan industri tekstil di tanah air menimbulkan pandangan negatif bagi impor. Namun, musuh utamanya adalah impor ilegal.

Sebelumnya, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenKopUKM) menyebut, ada 50 persen impor tekstil dan produk tekstil (TPT) asal China yang masuk ke Indonesia secara ilegal, atau tidak tercatat.