JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), merilis Panduan Pendidikan Perubahan Iklim dalam giat yang bertajuk `Bergerak Bersama untuk Pendidikan Perubahan Iklim dalam Kurikulum Merdeka`.
Panduan yang merupakan bagian dari Kurikulum Merdeka ini diharapkan bisa membantu pemerintah daerah, sekolah, kepala sekolah, guru, orang tua, dan berbagai mitra pembangunan pendidikan dalam menerapkan pendidikan yang memperkuat kesadaran perubahan iklim dan berbagai langkah kolaboratif untuk menanggulanginya.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, menyampaikan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menerapkan cara hidup yang ramah lingkungan untuk masa depan bumi dan lingkungan. Selain itu, penting untuk mempersiapkan generasi penerus untuk mengembangkan ekonomi hijau, yang saat ini telah menjadi salah satu sektor prioritas nasional.
“Sejalan dengan semangat Merdeka Belajar, perubahan iklim ditawarkan sebagai sebuah pilihan tema untuk P5, bukan suatu kewajiban. Jika sekolah memilih tema perubahan iklim, kami mendorong agar implementasinya memanfaatkan aset yang memang dimiliki sekolah, sehingga tidak membebani orang tua dengan biaya tambahan. Besar harapan kami agar pendidikan perubahan iklim dapat diterapkan dengan baik dengan dukungan dari seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah dan orang tua. Kolaborasi kita semua adalah kunci keberhasilan dari implementasi pendidikan perubahan iklim,” ujar Nadiem dalam sambutannya di Plaza Insan Berprestasi, Kompleks Kemendikbudristek, Jakarta, Selasa (27/8).
Dalam laporannya, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, menyebutkan pentingnya pemahaman dan kesadaran sejak dini terhadap isu perubahan iklim, yang juga dapat terjadi karena aktivitas manusia (antropogenik).
Menurut Anindito, dengan kesadaran dan pemahaman yang ditanamkan sejak dini, anak-anak bisa mempersiapkan diri dan berperan aktif dalam merespons perubahan iklim. Krisis iklim yang sedang terjadi akan sangat dirasakan oleh anak-anak dan generasi muda, yang nantinya akan berdampak sangat besar pada hasil belajar dan kesejahteraan hidup mereka.
“Kita menggunakan prinsip dan pendekatan yang RAMAH dalam Kurikulum Merdeka pada penerapan pendidikan perubahan iklim, yaitu Relevan, Afektif, Merujuk Pengetahuan, Aksi Nyata, dan Holistik,” jelas Anindito.
Panduan ini disusun melalui proses partisipatif dan kolaboratif. Dalam penyusunannya sejak Juni 2023, Kemendikbudristek telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan, antara lain kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, akademisi, kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan, komunitas, serta lembaga swadaya masyarakat.
Anindito mengapresiasi berbagai sekolah di Indonesia yang telah memulai inisiasi baik dalam menanggulangi dampak perubahan iklim. “Panduan Pendidikan Perubahan Iklim ini merupakan alat bantu dalam implementasi. Sekolah dapat menerapkan pendidikan perubahan iklim secara fleksibel dan menggunakan sumber daya yang ada. Kami berharap melalui panduan ini berbagai praktik baik yang sudah berjalan bisa menjadi inspirasi yang lebih masif lagi,” ucapnya.
Panduan Pendidikan Perubahan Iklim ini telah disusun secara komprehensif dan dapat digunakan oleh semua kalangan masyarakat, berisi pengantar tentang krisis iklim, penyebab, dampak, hingga hal yang dapat dilakukan untuk meresponsnya. Panduan ini juga dilengkapi penjelasan kompetensi dan capaian yang dapat diraih oleh murid dalam setiap fase pembelajaran, langkah penerapan, inspirasi asesmen, dan pengembangan budaya tangguh iklim melalui Kurikulum Satuan Pendidikan (KSP)