JAKARTA - Direktur Utama Padigital sekaligus Ketua Dewan Pakar Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi Dan Beras Indonesia (Perpadi) Pamrihadi Wiraryo menilai terjadinya anomali harga gabah dipicu oleh berlimpahnya panen raya di sejumlah daerah.
"Penurunan harga gabah di sejumlah daerah, utamanya di Sulawesi Selatan mengindikasikan bahwa produksi padi dalam kondisi berlimpah," kata Pamrihadi dalam keterangan di Jakarta, Rabu (4/9/2024).
Menurutnya, penurunan harga mengindikasikan bahwa produksi dalam negeri dalam kondisi berlimpah.
Bahkan, bagi dia, kondisi itu menjadi luar biasa, pasalnya pada Agustus dan September yang biasanya selalu terjadi penurunan produksi dan menyebabkan pasokan ke pasar terganggu hingga harga beras di pasaran melambung tinggi
Mengenai hal ini, Pamrihadi mengapresiasi upaya para petani yang terus berproduksi di tengah kekeringan panjang akibat gelombang panas ganas. Di sisi lain, dia juga mengapresiasi bantuan pompanisasi yang digencarkan Kementerian Pertanian secara merata di seluruh Indonesia.
"Saya kira ini patut diapresiasi, tidak hanya petani yang bekerja keras untuk berproduksi, namun juga pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian yang secara masif mendistribusikan bantuan seperti pompa dan pendampingan kepada petani untuk menggenjot produksi di tengah terpaan El Nino," katanya.
Penurunan harga tahun ini merupakan anomali karena di saat bersamaan Indonesia tengah dilanda kekeringan panjang akibat gelombang panas terparah di sepanjang sejarah dan mengakibatkan harga beras di musim kering mengalami kenaikan akibat gagal panen.
"Di lapangan memang terjadi penurunan harga sehingga data yang ada saat ini menggambarkan penurunan harga gabah. Jadi survei BPS di beberapa wilayah memang benar terjadi penurunan harga," ucapnya.
Berdasarkan catatannya, menurut Pamrihadi, panen raya berlangsung di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) seperti di Kabupaten Sidrap dan Pare Pare yang mengakibatkan harga gabah kering panen (GKP) di sana bisa dibeli dengan harga Rp6.000 per kilogram.
Contoh lainnya, kata dia, harga gabah di jalur Sumatera Selatan dan Lampung juga berada di kisaran Rp6.800 per kg, meski terjadi kenaikan di Pulau Jawa yang berada di kisaran Rp7.000 per kg.
"Karena itu para penggilingan padi di Pulau Jawa berharap harga GKP bisa turun ke harga Rp. 6.500 mengingat dengan harga sebesar itu penggilingan mengalami kerugian," katanya.
Sebelumnya Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan bahwa harga gabah di tingkat petani atau gabah kering panen (GKP) pada Agustus 2024 turun sebesar 1,15 persen secara bulanan (MtoM) dan naik sebesar 10,10 persen secara tahunan (YonY).
Pudji mengatakan, penurunan rata-rata harga beras terjadi di seluruh Indonesia yang mencakup berbagai jenis kualitas seperti medium maupun premium. Menurut dia, penurunan ini terjadi karena sebagian wilayah sentra tengah memasuki masa panen raya. Sementara kenaikan harga di sejumlah daerah terjadi karena umumnya tidak dalam masa panen raya.
"Survei ini mencakup 1.853 observasi transaksi penjualan gabah di 26 Provinsi dan dari 89,21 persen observasi kualitas GKP dan GKG terdapat 11.07 persen harga di bawah HPP," katanya.
Di sisi lain, Pemerintah terus menggenjot percepatan produksi melalui program perluasan areal tanam (PAT) dan pompanisasi sebagai solusi cepat meningkatkan indeks pertanaman dari yang hanya satu kali menjadi dua bahkan tiga kali dalam setahun.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa pompanisasi merupakan solusi cepat dalam memperluas areal tanam di saat kekeringan panjang akibat gelombang panas dunia.
Lewat program tersebut, Amran yakin Indonesia mampu meningkatkan produksi secara maksimal.
"Pompanisasi sudah kita didistribusikan secara merata, kini saatnya kita bekerja meningkatkan indeks pertanaman dari yang tadinya satu kali menjadi tiga kali dalam setahun. Dengan begitu, kita bisa pastikan mampu mencapai swasembada hingga lumbung pangan dunia," katanya.
Amran berterima kasih kepada para petani seluruh Indonesia yang terus berjuang memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga melewati masa sulit krisis multidimensi.
"Terimakasih kepada saudaraku petani Indonesia mari kita galakkan tanam agar swasembada segera kita capai," katanya.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Moch. Arief Cahyono mengatakan bahwa anomali ini telah membawa kabar gembira baik bagi petani maupun masyarakat Indonesia mengingat panen raya berlangsung di saat musim kemarau panjang.
Dia juga menyebut anomali ini baru terjadi tahun ini setelah pemerintah menggencarkan program pompanisasi, optimasi lahan dan juga PAT yang disebut sebagai motor penggerak keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan produksi.
"Barangkali bisa kita lihat juga bahwa anomali ini tidak pernah terjadi selama 30 tahun lebih dan bahkan selama Indonesia merdeka. Dan kalau kita lihat data BPS, artinya program dan kebijakan Kementan terkait pompanisasi dan optimasi lahan sudah tepat, karena berdampak positif terhadap peningkatan produksi di musim kemarau semakin terasa nyata," kata Arief.