JAKARTA - Perum Bulog menghadapi dua tantangan signifikan ketika menyerap beras lokal. Yakni, tingginya harga pasar dan rendahnya kualitas beras yang ditawarkan petani.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu (4/9/2024), Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan bahwa pembelian beras oleh Bulog dibatasi oleh Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Saat ini, HPP beras ditetapkan sebesar Rp11.000 per kilogram untuk beras dengan tingkat beras pecah atau broken maksimal 20 persen.
“Namun, harga beras di tingkat penggilingan saat ini sudah mencapai Rp12.100 per kilogram, sehingga tidak bisa dibeli Bulog,” kata Bayu.
Ia menambahkan bahwa pembelian beras lokal secara besar-besaran oleh Bulog dapat meningkatkan tekanan inflasi, karena beras saat ini menjadi komoditas dengan kontribusi inflasi terbesar.
Selain masalah harga, kualitas beras juga menjadi kendala. Bayu menyebut banyak beras yang dihasilkan petani memiliki kadar air yang tinggi, sehingga tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
“Sesuai amanat Komisi IV DPR RI, kami dilarang menyalurkan beras dengan kualitas rendah. Kadar air yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu kualitas beras,” tambah dia.
Terdapat beberapa persyaratan untuk menentukan kualitas beras. Persyaratan kualitas beras yang diakui Bulog terdiri atas kadar air maksimum 14 persen; butir patah atau broken maksimum 20 persen; dan butir menir maksimum 2 persen.
Kadar air merupakan parameter kritis dalam mutu bahan pangan. Keberadaan air sangat mempengaruhi sifat fisik bahan pangan seperti penampilan, tekstur, dan cita rasa. Selain itu, kadar air juga menjadi faktor utama dalam proses pembusukan.