JAKARTA - Berbagai upaya dilakukan untuk mempercepat penurunan angka stunting di Tanah Air, salah dua di antaranya adalah pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan Penurunan Stunting serta peluncuran aplikasi bernama Digital E-Assistance for Stunting Information (DESI).
Rakornas Percepatan Penurunan Stunting merupakan pertemuan koordinasi tahunan tingkat nasional yang melibatkan peserta dari berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, mitra pembangunan, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, hingga perguruan tinggi.
Sebagaimana diketahui, tahun 2024 menjadi tahun terakhir pelaksanaan percepatan strategi nasional percepatan pencegahan stunting yang dimulai sejak 2018.
Selain itu, tahun 2024 juga merupakan tahun terakhir implementasi Perpres Nomor 72 Tahun 2021. Oleh karenanya, Rakornas kali ini membahas banyak hal, termasuk di antaranya refleksi dalam upaya penurunan angka stunting.
Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Tavip Agus Rayanto menyampaikan, para pemangku kepentingan, terutama di bagian daerah, perlu melaksanakan analisis penyebab fluktuasi capaian.
“Ketika turun, tiba-tiba naik, atau ada yang turun terus. Kita perlu mengevaluasi diri di wilayah masing-masing,” ujar Tavip.
Tavip juga mengungkapkan, berdasarkan data yang diperoleh terkait keluarga risiko stunting per provinsi, faktanya persentase pendampingan masyarakat dalam upaya mengurangi angka stunting baru mencapai 48,39%, atau 4.201.349 dari 8.682.170 jiwa.
“Ini artinya, kita juga perlu introspeksi. Kadang kala kok angka stuntingnya enggak turun, kadang kala mungkin ya kita berhenti, di lapangannya enggak jalan, pendampingannya enggak jalan, dan sebagainya. Karena ini data yang juga bersamaan dengan pendataan Bapak-Ibu di lapangan,” tutur Tavip.
Lebih spesifik dalam kaitannya dengan pernikahan dan kehamilan, Tavip pun membahas Elsimil (Elektronik Siap Nikah, Siap Hamil), yang mendapatkan data tidak hanya dari aplikasi Elsimil itu sendiri, tetapi juga dari data Simkah (Sistem Informasi Manajemen Nikah) Kementerian Agama.
Perolehan data dari kedua sumber itu menunjukkan beberapa hasil temuan, termasuk salah satunya adalah fakta bahwa hingga saat ini, masih ada pernikahan yang dilangsungkan oleh muda-mudi di bawah usia 20 tahun.
“Datanya berapa persen sekarang yang mengisi secara nasional, [yakni] sebesar 58,9%. Tapi dari 58,9%, minimal kita tahu, ‘oh yang ternyata kawin di usia 34, ini yang di warna mayoritas hijau itu’,” paparnya.
“Tapi ternyata yang perlu kita waspadai kan ada yang di bawah 20 tahun. Dan itu pun ada by name dan by address karena ada recordnya, siapa orangnya [dan] ada di mana,” imbuhnya.
Sementara terkait peluncuran Layanan DESI, Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden Suprayoga Hadi menjelaskan, DESI merupakan inovasi untuk meningkatkan literasi masyarakat terkait stunting.
Dengan menghubungi nomor WhhatsApp 088-95-123-123, lanjutnya, masyarakat dapat mengakses berbagai informasi terkait stunting yang disajikan oleh DESI.
“Bahwa masih sangat kurang sebetulnya literasi masyarakat terkait dengan stunting. Oleh karena itu, kami sangat berharap DESI yang nanti akan segera kami launching itu bisa memberikan semacam masukan dan juga memberikan kemudahan tidak hanya bagi kita, para pelaku dalam hal ini, tapi juga masyarakat,” terang Yoga, sapaan akrabnya.
“Karena tadi disinyalir bahwa masih banyak masyarakat yang belum paham terkait dengan stunting, [sehingga] bagaimana kita memberikan pemahamanan yang lebih jelas dan tegas,” tambah Yoga.
Di samping itu, Yoga menyebutkan, ada tiga hal yang juga perlu diperhatikan oleh para pemangku kepentingan program Percepatan Penurunan Stuning. Pertama, saat ini Kementerian Kesehatan tengah menyiapkan pelaksanaan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2024. Untuk mewujudkan upaya ini, diperlukan dukungan Pemda mengingat hasilnya akan menjadi data yang digunakan dalam melakukan evaluasi pencapaian target yang telah ditetapkan pada tahun 2024.
“Jadi Survei Status Gizi Indonesia yang saya rasa ini akan menjadi pijakan kita untuk bisa nanti mengukur angka stunting terakhir, tahun 2024 dalam hal ini,” jelasnya.
Kedua, penurunan stunting telah masuk menjadi salah satu prioritas dalam RPJPN Tahun 2020 sampai 2045. Dengan demikian, kata Yoga, program ini perlu terus dilanjutkan, dengan breakdown target menjadi target jangka menengah dan tahunan, sehingga ada target dan pentahapan pelaksanaannya di lapangan.
“Oleh karena itu, kelanjutannya ini merupakan tanggung jawab kita bersama. Bagaimana kita bisa menindaklanjutin ini sampai dengan jangka menengah dan panjang. Jadi kalau jangka menengah nanti akan di dalam RPJM Nasional 2025-2029. Dan kemudian akan terus bergerak sampai dengan 2045,” urainya.
Terakhir, Yoga menuturkan, Pengukuran dan Intervensi Serentak sudah dilakukan pada bulan Juli 2024 lalu. Hasil pengukuran dan intervensi tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan intervensi yang lebih baik untuk setiap kelompok sasaran.
“Ini akan menjadi semacam satu upaya kita bagaimana melakukan semacam respons cepat terkait dengan bagaimana kualitas sudah diperbaiki, kemudian data yang handal akan kita peroleh dan seterusnya dalam hal ini,” pungkasnya.
Turut menjadi pembicara pada Rakornas ini Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Amich Alhumami, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Maria Endang Sumiwi.
Kemudian, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Chaerul Dwi Sapta, Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Dana Desa Ditjen Pembangunan Desa dan Perdesaan, Kementerian Desa PDTT Teguh Hadi Sulistyono, dan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman.