• News

Di Garis Depan Myanmar, Pejuang Rohingya dan Junta Hadapi Musuh Bersama

Yati Maulana | Minggu, 08/09/2024 17:05 WIB
Di Garis Depan Myanmar, Pejuang Rohingya dan Junta Hadapi Musuh Bersama Perbatasan Myanmar-Bangladesh, 27 Juni 2024. REUTERS

BANGKOK - Militer Myanmar telah lama memandang pemberontakan di antara Muslim Rohingya yang teraniaya sebagai ancaman eksistensial bagi negara yang mayoritas beragama Buddha. Tetapi Kelompok pemberontak Tentara Arakan memperoleh banyak keuntungan. Junta dan beberapa pejuang Rohingya kini menghadapi musuh bersama.

Dalam kesepakatan yang dulunya tidak terpikirkan, Organisasi Solidaritas Rohingya (RSO) mengatakan para pejuangnya telah mencapai "kesepakatan" dengan militer untuk tidak saling menyerang, karena mereka berdua memerangi Tentara Arakan, pasukan pemberontak utama di Myanmar barat.

"Junta tidak menyerang kami, dan kami tidak menyerang mereka," kata Ko Ko Linn, kepala urusan politik RSO, kepada Reuters dalam sebuah wawancara langka.

"Ketika mereka tidak menyerang kami, mengapa kami menjadikan dua target pada saat yang sama? Ini telah menjadi kesepahaman secara alami."

Tidak ada kesepakatan formal antara RSO dan militer Myanmar, kata Ko Ko Linn, seraya menambahkan kedua belah pihak tidak bekerja sama untuk memerangi Tentara Arakan.

"Anak-anak lelaki kami bertempur dengan seragam dan lencana kami sendiri, dan kami menggunakan senjata kami sendiri," katanya. Ko Ko Linn tidak mengatakan berapa lama "kesepahaman" tersebut telah terjalin, tetapi mengutip pergerakan pejuang RSO ke kota Maungdaw di perbatasan Bangladesh awal tahun ini, tempat junta dan RSO bertempur melawan Tentara Arakan.

Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen pernyataan Ko Ko Linn tentang situasi medan perang di negara bagian Rakhine, tempat Maungdaw berada. Junta Myanmar tidak menanggapi permintaan komentar melalui telepon dan email.

Ko Ko Linn mengatakan Tentara Arakan yang sebagian besar beragama Buddha menolak upaya RSO untuk membentuk aliansi medan perang melawan militer Myanmar dan menargetkan komunitas Rohingya di negara bagian Rakhine utara, yang memaksa kelompoknya untuk mengangkat senjata melawannya.

"Mereka mengulur waktu, menghindari berbicara dengan kami, menghindari duduk bersama," katanya. "Kami juga meminta Tentara Arakan untuk tidak menyerang Rohingya. Kami sering memperingatkan mereka, tetapi mereka mengabaikan kami."

Tentara Arakan, yang sebelumnya membantah telah menargetkan Rohingya, tidak menanggapi pertanyaan tentang komentar RSO. Ada ketegangan yang mendalam antara komunitas Buddha Rakhine, yang mendukung Tentara Arakan, dan Rohingya. Beberapa Rohingya telah dipaksa wajib militer oleh militer untuk melawan Tentara Arakan, yang menuduh sebagian minoritas Muslim, termasuk RSO, bekerja sama dengan junta.

Reuters melaporkan bahwa Tentara Arakan pada bulan Mei membakar sebagian Buthidaung, yang hingga saat itu merupakan pemukiman Rohingya terbesar di Myanmar, setelah kota itu juga dibakar oleh serangan pembakaran yang dipimpin oleh militer.

RSO hanyalah salah satu dari beberapa kelompok bersenjata Rohingya yang berebut kekuasaan di kamp-kamp pengungsi di negara tetangga Bangladesh, tempat lebih dari satu juta orang dari komunitas tersebut tinggal, dan di Rakhine. Ratusan ribu Rohingya melarikan diri ke Bangladesh setelah tindakan keras junta pada tahun 2017 yang oleh PBB digambarkan sebagai "contoh nyata pembersihan etnis".

Militer bersikeras bahwa operasi tahun 2017 adalah kampanye kontraterorisme yang sah yang dipicu oleh serangan oleh militan Muslim. Pertempuran di Rakhine kini menjadi bagian dari pemberontakan yang lebih luas terhadap junta Myanmar, tiga tahun setelah menggulingkan pemerintahan sipil terpilih melalui kudeta, yang memicu protes nasional yang berubah menjadi pemberontakan bersenjata.

SERANGAN MEMATIKAN
RSO dibentuk pada tahun 1982 dengan tujuan mendirikan daerah otonom untuk Rohingya, tetapi para analis telah lama menganggap RSO hampir tidak berfungsi.

Namun, RSO telah menata ulang dirinya dan berkembang sejak tahun 2022 dari basis sekitar 1.000 kader menjadi antara 5.000 dan 6.000, meskipun tidak semuanya bersenjata, kata Ko Ko Linn.

RSO telah dituduh oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia karena merekrut Rohingya secara paksa dari kamp-kamp pengungsi di Bangladesh, tuduhan yang dibantah oleh kelompok tersebut.

"Meskipun banyak pengungsi tidak menyukai Tentara Arakan karena pernyataan publiknya dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan, kampanye perekrutan RSO secara umum sangat tidak populer di kamp-kamp tersebut," kata International Crisis Group, sebuah lembaga pemikir yang berbasis di Brussels, dalam sebuah laporan bulan Agustus.

Awal tahun ini RSO mengirim sekitar 1.000 pejuang ke Maungdaw untuk membela Rohingya saat Tentara Arakan menyerbu daerah tersebut dalam upaya untuk mengusir militer, kata Ko Ko Linn, seraya menambahkan bahwa saat itulah RSO dan militer mendapati diri mereka menghadapi musuh yang sama.

Namun, setelah beroperasi di dan sekitar Maungdaw selama sekitar tiga bulan, katanya, RSO menarik pasukannya keluar pada awal Agustus menyusul serangan mematikan terhadap warga sipil.

Sekitar 180 orang, termasuk banyak wanita dan anak-anak, tewas dalam penembakan artileri dan serangan pesawat tak berawak di dekat tepi Sungai Naf yang berbatasan dengan Maungdaw, menurut perkiraan PBB tentang korban dari serangan itu.

Tentara Arakan dan militer Myanmar saling menyalahkan atas insiden itu.
RSO tidak terlibat dalam insiden itu tetapi menarik diri dari Maungdaw untuk menghindari jatuhnya korban sipil lebih lanjut, kata Ko Ko Linn.
"Kami mengubah strategi kami," katanya, menolak memberikan rincian apa pun. "Kami akan kembali ke dalam untuk bertempur."