JAKARTA – Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menilai program intervensi pemerintah berkontribusi positief terhadap pengendalian inflasi pangan. Program tersebut mampu mengoptimalkan pendayagunaan stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
Menurut Arief, skema tersebut memerlukan keberlanjutan, terutama menjelang fase urgen perberasan, terkait kemungkinan adanya selisih defisit antara produksi bulanan dengan kebutuhan konsumsi di akhir 2024 dan awal 2025.
“Kami meyakini program intervensi yang pemerintah terapkan beberapa tahun terakhir, telah jadi bagian integral dalam strategi pengendalian inflasi nasional. Dari itu, Badan Pangan Nasional menginisiasi pelaksanaan program bantuan pangan dan SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) yang berkontribusi secara ekstensif dan ikut andil sebagai penekan instabilitas inflasi pangan," kata Arief dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Arief mengemukakan pihaknya menaruh atensi serius terhadap pergerakan inflasi beras di setiap bulannya. Menurutnya dalam masa paceklik, utamanya beras, kerap membuat indeks inflasi beras jadi menanjak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan inflasi beras tercatat pernah menorehkan indeks tertinggi selama 2,5 tahun terakhir, tepatnya terjadi pada September 2023 yang berada di 5,61 persen.
Kala itu, bantuan pangan (banpang) beras tahap pertama sebagai salah satu program intervensi pemerintah, perdana digulirkan pada April sampai Juni 2023. Tercatat inflasi beras di Juni 2023 sangat baik dengan berada di level 0,13 persen. Banpang beras kembali digulirkan pada September 2023 dengan inflasi beras 5,61 persen, guna memberikan efek represi. Hasilnya inflasi beras pada Oktober 2023 seketika menurun menjadi 1,72 persen dan terus membaik sampai Desember 2023 dengan berada di 0,48 persen.
"Yang terbaru, banpang beras kembali berhasil menjadi salah satu instrumen penekan terhadap inflasi beras. Di Juli ini inflasi beras 0,94 persen. Lalu sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, kita ketahui selama Agustus 2024, banpang beras kembali digelontorkan. Dari 0,94 persen kemudian menurun menjadi 0,32 persen di Agustus 2024. Ini sangat baik dan perlu dilanjutkan," ujar Arief
"Untuk itu, minggu lalu Badan Pangan Nasional telah mengajukan usulan tambahan anggaran ke Komisi IV DPR RI untuk keberlanjutan program bantuan pangan dan SPHP di tahun depan dan alhamdulilah telah disetujui. CPP yang dikelola BUMN pangan, wajib diperkuat secara total stok. Dalam upaya penguatan stok itu, BUMN pangan juga perlu disokong pendanaan, terutama kepastian adanya anggaran dari negara," katanya.
Lebih lanjut, menukil rilis BPS yang dilansir pada awal September 2024, melaporkan bahwa dalam 5 tahun terakhir, setiap bulan Agustus terjadi deflasi secara bulanan, kecuali pada Agustus 2021. Deflasi di Agustus dalam 5 tahun terakhir tersebut sebagai dampak dari adanya penurunan harga komoditas komponen bergejolak yang di dominasi oleh komoditas pangan.
Dari itu, kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi kelompok utama penyumbang deflasi di setiap Agustus dalam kurun 2020 sampai 2024. Masing-masing tingkat inflasi yang tercatat antara lain Agustus 2020 di -0,86; Agustus 2021 di -0,32; Agustus 2022 di -1,80; Agustus 2023 di -0,25; dan Agustus 2024 di -0,52.
"Tentunya pemerintah tidak ingin terjadi deflasi secara beruntun. Target inflasi kita itu 2,5 persen plus minus 1 persen. Adanya penurunan harga pangan juga kurang baik bagi sedulur petani. Jadi memang kewajaran harga itu harus terus menerus pemerintah upayakan. Sesuai keinginan Bapak Presiden, harus ada keseimbangan harga pangan pokok bagi kepentingan petani dan juga tidak memberatkan masyarakat," papar Arief.