JAKARTA - IM57+ Institute mengkritik pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi terkait penggunaan jet pribadi putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep dan istrinya, Erina Gudono.
Budi Arie sebelumnya menilai penggunaan jet pribadi ini merupakan urusan pribadi. Bahkan, Budi menyinggung soal Erina yang sedang hamil, sehingga tidak dapat menggunakan pesawat komersil.
Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha menilai pernyataan Budi Arie terkait penggunaan jet pribadi Kaesang dan Erina mengaburkan substansi yang dipermasalahkan publik.
"Pernyataanya soal kondisi Erina sedang mengandung mengaburkan substansi, apakah memang seluruh wanita yang sedang mengandung di Indonesia bisa mendapatkan keistimewaan yang sama dengan saudari Erina? Dialektikanya justru semakin menjauh dari diskursus yang logis," kata Praswad kepada wartawan, Kamis 12 September 2024.
Praswad mengatakan Budi semestinya memahami posisinya sebagai pejabat negara. Sehingga, segala pernyataan Budi harus mencerminkan integritas sebagai menteri sekaligus pejabat publik.
Praswad menerangkan bahwa publik mempersoalkan dugaan gratifikasi dari penggunaan fasilitas private jet Kaesang tersebut. Mengingat, Kaesang memiliki kaitan dengan seorang penyelenggara negara.
Di mana, ayahnya merupakan orang nomor satu di Indonesia. Sementara, kakaknya, Gibran Rakabuming Raka, merupakan mantan Wali Kota Solo yang kini juga berstatus sebagai Wakil Presiden terpilih.
"Pernyataan Budi seolah-olah memberikan pesan bahwa pejabat publik boleh melakukan apapun, dan pejabat publik dapat tetap menggunakan posisinya untuk menyampaikan berbagai statement yang menyesatkan publik," cetus Praswad.
Mantan penyidik KPK ini menyebut, kasus dugaan penerimaan gratifikasi Kaesang menjadi preseden, sehingga KPK harus serius untuk menindaklanjutinya.
Praswad pun mengungkit kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang menyasar mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun.
"Kita masih mengingat kasus Rafael Alun yang juga ditangani oleh KPK berawal dari gaya mewah hidup anaknya, yang jelas bukan penyelenggara negara secara langsung. Harusnya KPK memberikan perlakuan yang sama, dengan bukan hanya melakukan klarifikasi, tetapi juga melakukan pendalaman potensi pemberian fasilitas ini," tegas Praswad.
Menurutnya jika dibiarkan maka KPK akan membiarkan adanya pilah pilih kasus secara nyata, bukan atas jenis kasus apa yang ditangani. Tetapi siapa subjek pelaku yang ditangani.
"Pembiaran ini ke depan akan menjadi preseden buruk bagi nilai-nilai equality before the law (persamaan dimata hukum). Selain itu jika KPK tidak menindaklanjuti dugaan gratifikasi ini, maka di masa yang akan datang seluruh anak-anak pejabat negara akan mengikuti prilaku yang sama, memanfaatkan jabatan orang tua atau keluarganya untuk menikmati fasilitas dan gratifikasi dari pihak yang memiliki kepentingan dengan kekuasaan," ucap Praswad.