JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Subagyo, menekankan pentingnya kebijakan publik yang matang untuk memastikan tata kelola pemerintahan yang baik.
Menurutnya, kebijakan yang gagal akan membawa negara dalam bencana dan ketidakpercayaan publik.
Firman juga mengkritik adanya peraturan pemerintah yang dianggap diskriminatif, terutama dalam konteks hak hidup dan kelangsungan industri tembakau.
"Hukum harus memenuhi rasa keadilan. Jika kebijakan publik gagal, negara akan menghadapi bencana besar. Rancangan peraturan ini harus dipastikan tidak diskriminatif, terutama terhadap hak hidup para pelaku usaha di industri tembakau," ujar Firman Subagyo Dalam sebuah diskusi yang digelar oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI di Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2024).
Firman juga menyoroti posisi peraturan pemerintah dalam hierarki pembentukan undang-undang. Ia menekankan bahwa peraturan yang berada di bawah undang-undang tidak boleh bertentangan dengan undang-undang itu sendiri, apalagi dengan konstitusi negara.
Selain itu, Firman mengungkapkan kekhawatirannya tentang adanya pasal-pasal "siluman" yang sering muncul di detik-detik akhir masa jabatan anggota DPR. Menurutnya, pasal-pasal tersebut berpotensi merusak kepentingan bangsa dan negara.
"Saya sudah mengamati selama empat periode, dan sering kali menjelang akhir masa jabatan, muncul pasal-pasal yang justru menghancurkan bangsa ini. Kita harus waspada dan memastikan tidak ada kepentingan kelompok tertentu yang diakomodasi secara tidak adil," tegas Firman.
Diskusi yang diadakan di Ruang PPIP Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta ini juga menghadirkan narasumber lain seperti Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi, serta Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey.
Para narasumber sepakat bahwa kebijakan terkait industri tembakau harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk dampak ekonomi dan sosial. Benny Wahyudi, dari Gaprindo, menekankan kontribusi besar industri tembakau terhadap perekonomian negara, termasuk dalam hal penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja.
Sementara itu, Roy Nicholas Mandey dari Aprindo menyoroti dampak yang mungkin timbul dari larangan penjualan rokok eceran yang diatur dalam rancangan peraturan tersebut. Menurutnya, hal ini dapat melanggar hak asasi manusia dan berdampak negatif pada para pedagang kecil.
Firman Subagyo mengakhiri diskusi dengan menyerukan kepada semua pihak untuk bersama-sama menegakkan keadilan dan transparansi dalam pembuatan regulasi. Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga jiwa nasionalisme dalam setiap kebijakan yang dibuat, khususnya dalam menghadapi tantangan dan peluang di sektor industri strategis seperti tembakau.