JAKARTA - Ukraina menuduh Rusia melanggar hukum maritim dengan mencoba menempatkan Selat Kerch di bawah kendalinya sendiri.
Negara-negara yang bertikai berhadapan di pengadilan internasional di Belanda pada hari Senin (23/9/2024) untuk memperebutkan jalur perairan strategis yang terletak di antara daratan Rusia dan Semenanjung Krimea yang diduduki.
Invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina dan pertempuran selama 31 bulan sejak itu menyebabkan kedua negara saling melepaskan tembakan secara hukum di Pengadilan Arbitrase Tetap (PCA) di Den Haag.
“Rusia ingin mengambil Laut Azov dan Selat Kerch untuk dirinya sendiri,” kata perwakilan Ukraina Anton Korynevych kepada para arbiter pada pembukaan sidang.
“Ukraina ada di sini untuk membuktikan banyaknya pelanggaran Rusia terhadap hukum laut dan untuk menunjukkan bahwa Rusia tidak bebas untuk menulis ulang hukum laut,” tambahnya.
Kyiv memulai proses di pengadilan pada tahun 2016 setelah Moskow mulai membangun Jembatan Krimea sepanjang 19 km (12 mil), yang menghubungkan daratannya dengan semenanjung, yang direbutnya dari Ukraina dua tahun sebelumnya.
Jembatan ini sangat penting untuk pasokan bahan bakar, makanan, dan produk lainnya ke Krimea, tempat pelabuhan Sevastopol menjadi pangkalan bersejarah Armada Laut Hitam Rusia.
Sekarang, jembatan ini menjadi rute pasokan penting bagi pasukan Moskow yang bertempur di garis depan timur.
Kyiv, yang sebelumnya menyerang jembatan tersebut, menginginkan agar jembatan tersebut dihancurkan. Kyiv menegaskan bahwa Rusia sengaja membangun jembatan tersebut rendah untuk mencegah kapal-kapal internasional masuk, sementara kapal-kapal Rusia yang lebih kecil dapat melewati selat tersebut, yang menghubungkan Laut Azov dengan Laut Hitam.
Gennady Kuzmin dari Rusia membantah bahwa Moskow mengganggu navigasi dan mengatakan pengadilan tidak memiliki hak untuk memutuskan dalam kasus tersebut.
“Semua klaim Ukraina tidak berdasar, berada di luar cakupan yurisdiksi Anda, dan harus ditolak secara keseluruhan,” kata Kuzmin.
Moskow mengatakan Ukraina berupaya agar putusan PCA tentang kedaulatan Krimea berada di luar cakupannya. Pengadilan memutuskan pada tahun 2020 bahwa Rusia benar dan meminta Ukraina untuk mengajukan kembali kasusnya sebagaimana mestinya.
Didirikan pada tahun 1899, PCA merupakan pengadilan arbitrase tertua di dunia. Pengadilan ini menyelesaikan sengketa antara negara dan pihak swasta terkait kontrak, perjanjian khusus, dan berbagai perjanjian, seperti Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut.
Sidang akan berlangsung hingga 5 Oktober. Pengadilan sering kali membutuhkan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, untuk mencapai keputusan. (*)