• Bisnis

NFA Tekankan Pentingnya Metode Baku Penghitungan Susut dan Sisa Pangan

Eko Budhiarto | Rabu, 25/09/2024 06:56 WIB
NFA Tekankan Pentingnya Metode Baku Penghitungan Susut dan Sisa Pangan Kepala Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi dalam peluncuran Metode Baku Perhitungan Susut Pangan pada Petani dan Metode Baku Perhitungan Sisa Pangan pada Ritel, di Jakarta, Selasa (24/9/2024).(Foto:NFA)

JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menekankan arti penting metode baku penghitungan susut dan sisa pangan (SSP). Sebab, akurasi penghitungan keduanya dibutuhkan dalam perencanaan pangan.

“Hari ini fokusnya mengenai (metode baku) perhitungan susut pangan, itu di hulu, dan sisa pangan di hilir, tapi ini bukan tujuan utama, perhitungan dengan metode ini menghantarkan kita agar susut dan sisa pangan betul-betul terukur dan dapat terus diturunkan atau dikurangi. Jadi jangan sampai produksi yang sudah diupayakan itu banyak yang terbuang, dan juga nanti sampai di meja makan juga terbuang karena tidak dikonsumsi,” kata Arief dalam peluncuran Metode Baku Perhitungan Susut Pangan pada Petani dan Metode Baku Perhitungan Sisa Pangan pada Ritel, di Jakarta, Selasa (24/9/2024).

Kegiatan tersebut merupakan kerja sama NFA dan Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN)/Bappenas. Di samping itu juga melibatkan tiga mitra Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL), yakni Garda Pangan, Parongpong RAW Lab, dan World Resources Institute (WRI) Indonesia.   

Susut Pangan merupakan penurunan kuantitas pangan yang terjadi pada proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan/atau mengubah bentuk pangan. Sementara itu, Sisa Pangan merupakan pangan layak dan aman untuk dikonsumsi manusia yang berpotensi terbuang menjadi sampah makanan pada tahap distribusi dan konsumsi. 

“Akurasi penghitungan susut dan sisa pangan (SSP) sangat penting dalam perencanaan pangan. Kami yakin, kehadiran metode baku yang telah disesuaikan dengan konteks Indonesia ini dapat membantu para pihak dalam menghasilkan data SSP yang lebih akurat dan reliabel,” tutur Arief. 

“Dengan adanya metode baku ini, Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku usaha pangan, penyedia pangan, dan pemangku kepentingan lainnya dapat melakukan analisis yang lebih tepat dan akurat. Sehingga kebijakan yang disusun dapat diarahkan lebih efektif, menangani titik-titik kritis di sepanjang rantai pasok pangan, dan memberikan solusi yang lebih strategis,” tambahnya. 

Arief juga menegaskan bahwa kerja sama lintas sektor menjadi kunci penting dalam penanggulangan permasalahan ini.

“Selalu kita sampaikan bahwa sinergi pentahelix sangat penting untuk menjaga komitmen bersama mengatasi susut dan sisa pangan Ini. Berbagai pihak, pemerintah, akademisi, petani, pelaku usaha, distributor, ritel, hotel, restoran, katering, hingga konsumen akhir, harus berperan aktif dalam upaya mencegah dan mengurangi susut dan sisa pangan,” ungkapnya. 

Senada dengan Arief, Deputi Kerawanan Pangan dan Gizi NFA Nyoto Suwignyo menjelaskan bahwa metode ini telah diujicobakan kepada Pemerintah Daerah yang melibatkan OPD Pangan dan Bappeda di 15 provinsi pelaksana kegiatan Gerakan Selamatkan Pangan. 

“Saya berharap metode baku ini dapat menjadi pijakan penting dalam upaya kolektif kita untuk mencegah dan menangani, termasuk meredistribusi SSP di Indonesia, sekaligus mengurangi kerugian ekonomi, sosial, dan lingkungan yang ditimbulkan,” kata Nyoto. 

Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas Jarot Indarto menyampaikan apresiasinya kepada Badan Pangan Nasional yang telah menindaklanjuti isu terkait susut dan sisa pangan di Indonesia sehingga penanganannya dapat terus bergaung. 

“Jadi bentuk perhitungan ini merupakan kontribusi nyata bagi Indonesia ke global bahwa kita sangat concern terhadap isu food loss and waste, kami juga berharap nantinya tidak hanya dalam konteks mengukur tetapi juga memberitahu para pelaku seberapa besar food loss and waste yang dikontribusikan sehingga terjadi perubahan perilaku para pelaku dalam sistem pangan itu,” tegasnya 

Jarot berharap ini menjadi dasar bagi seluruh pihak untuk merumuskan upaya-upaya pengurangan susut dan sisa pangan serta bentuk nyata bagi  Pemerintah Indonesia untuk melakukan transformasi sistem pangan. 

Duta Besar Norwegia untuk Indonesia dan Timor Leste Rut Krüger Giverin mengapresiasi berbagai upaya dan kolaborasi yang secara pro aktif telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia bersama mitra terkait dalam penanganan isu susut dan sisa pangan

“Kami sangat bangga dapat berkontribusi dalam penyusunan metode baku yang sangat penting bagi upaya pengurangan emisi karbon Indonesia, khususnya dari sektor pangan dan tata guna lahan. Kami sangat mengapresiasi dukungan Bapanas dan Bappenas, serta kerja KSPL dan mitra yang telah membantu penyusunan metode ini,” ungkapnya. 

Sementara itu, Kepala Sekretariat KSPL Gina Karina mengatakan bahwa kedua metode baku yang diluncurkan hari ini disusun berdasarkan dokumen Food Loss and Waste Protocol yang diluncurkan oleh 7 organisasi nonprofit terkemuka dunia pada 2013 lalu. Dokumen tersebut berisi metode perhitungan yang didasarkan pada kondisi di tingkat global. 

“Bersama mitra, kami berupaya untuk memastikan metode tersebut sesuai dengan kondisi di Indonesia sehingga benar-benar dapat memberikan gambaran yang lebih akurat terkait susut dan sisa pangan di Indonesia, baik untuk ritel maupun petani di tingkat lokal dan nasional,” ujar Gina.

Gina pun berharap hal ini dapat menjadi langkah awal untuk mencapai target utama dari susut dan sisa pangan sebesar 50 persen di 2030.

“Kami butuh dukungan dari semua pihak agar metode ini bisa dikembangkan lagi sehingga bisa digunakan oleh lebih banyak stakeholder seperti horeka (hotel, restoran dan kafe) dan juga dukungan media untuk sama-sama menyuarakan stop boros pangan,” ungkapnya. 

Berdasarkan data Bappenas, Indonesia menghasilkan susut dan sisa pangan atau food loss and waste sebanyak 115-184 kg per kapita per tahun pada periode tahun 2000-2019. Kerugian ekonomi yang dihasilkan juga tidak sedikit, yakni sekitar 4-5% dari PDB Indonesia per tahun.

Turut hadir pada kesempatan ini Plt. Sekretaris Utama Sarwo Edhy, Country Director WFP, Denmark Embassy, Atase Chile, Country Project Portfolio Indonesia IFAD, Chief Executive Officer Garda Pangan, Vice President Parongpong RAW Lab, Policy Manager IBCSD, Waste4Change, perwakilan lintas K/L Bappenas, Kementan, KKP, Kemendag, Kemendagri, KemenParekraf, Kemlu, Kemenkes, BRIN, BPOM, akademisi, mitra BUMN/Swasta dan OPD Pangan terkait serta bank pangan/penggiat selamatkan pangan.