PASER – Kepala Badan Pangan Nasional (BPN) Arief Prasetyo Adi menyatakan, program bantuan pangan beras turut menjaga kesejahteraan petani dalam negeri. Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) di penghujung periode kepemimpinannya kembali memastikan keberlangsungan program bantuan pangan beras
Didampingi Arief dan Direktur Utama Perum Bulog Wahyu Suparyono, Jokowi mengecek langsung penerimaan bantuan pangan beras di di Gudang Bulog Tanah Grogot, Paser, Kalimantan Timur (Kaltim), Kamis (26/9/2024).
"Ada yang ingin disampaikan keluhannya berasnya? Berasnya (sudah) bagus ya, Alhamdulillah. Nanti kalau ketemu presiden terpilih Pak Prabowo, disampaikan, minta dilanjutkan Pak gitu. Karena saya nanti 20 Oktober sudah purna tugas, sudah pensiun," kata Presiden.
Sebagai resultan dari penyaluran bantuan pangan beras tahap ketiga yang terlaksana Agustus 2024 lalu, terdapat penurunan harga beras di berbagai wilayah Indonesia. Dalam laporan mingguan Badan Pusat Statistik (BPS), pada minggu pertama Agustus tercatat hanya ada 73 kabupaten/kota yang mengalami penurunan harga beras. Namun pada minggu pertama September ada kenaikan jumlah kabupaten/kota yang mengalami penurunan harga beras menjadi 90 kabupaten/kota.
"Dan pada kesempatan yang baik ini, saya adalah manusia yang tidak sempurna, penuh dengan kekurangan, penuh dengan kebodohan, penuh dengan kekhilafan. Pada kesempatan yang baik ini, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, apabila ada kesalahan, kekhilafan, kekurangan dalam saya membuat kebijakan-kebijakan untuk rakyat," ucapnya.
Presiden juga menanggapi terkait adanya asumsi tingginya harga beras dan minimnya pendapatan petani di Indonesia.
"Coba dilihat harga beras FOB (Free on Board) itu berapa, kira-kira 530 sampai 600 dollar ditambah cost. Freight cost kira-kira 40-an dollar. Kalau membandingkan itu mestinya di konsumen, itu akan kelihatan," ungkapnya.
"Mestinya kalau harga beras baik artinya harga gabah juga baik. Kalau harga gabah baik artinya harga jual petani juga mestinya baik, kalau tidak ada distorsi di lapangan. Di cek saja di lapangan, ditanya saja ke petani, harga gabah berapa. Dulu hanya 4.200 rupiah. Sekarang 6.000 rupiah. Itu gabah, bukan beras, dari situ saja kelihatan. NTP-nya coba dicek di lapangan," jelasnya.
Lebih lanjut, NTP atau Nilai Tukar Petani telah tercapai terus naik dari tahun ke tahun. Pada 2019, NTP tahunan berada di angka 100,90. Kemudian 2020, NTP tahunan menjadi 101,65. Tahun 2021 terus naik menjadi 104,64. Selanjutnya tahun 2022 di 107,33 dan terakhir NTP secara tahunan di 2023 berada di 112,46. Selama kurun waktu 4 tahun, NTP telah meningkat hingga 11,45 persen.
Sementara itu, Arief menyatakan, bantuan pangan beras juga ikut mendukung upaya pemerintah dalam menjaga kesejahteraan petani dalam negeri. Ini dikarenakan Bulog ditugaskan untuk melakukan penyerapan beras yang berasal dari hasil petani lokal. Sejak 2022, realisasi penyerapan beras dalam negeri oleh Bulog terus meningkat.
"Pemerintah selama ini konsisten menjaga kesejahteraan petani dalam negeri. Badan Pangan Nasional bersama Bulog membantu penyerapan produksi beras hasil petani kita yang kemudian kita salurkan ke berbagai program intervensi, termasuk bantuan pangan beras seperti hari ini," terang Arief.
"Realisasi penyerapan beras dalam negeri Bulog pun kian meningkat. Grafiknya itu di 2022 capai 994 ribu ton. Lalu 2023 berhasil sampai 1 juta ton. Nah di tahun ini sampai minggu ketiga September sudah 908 ribu ton, sehingga kita bisa optimis di akhir 2024 nanti, penyerapan Bulog bisa terus meningkat," paparnya.
Upaya pemerintah yang senantiasa memperhatikan kepentingan petani tersebut, memberi dampak eskalasi terhadap pendapatan petani. Mengutip publikasi terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) ‘Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2023 Tahap II’, menyebutkan rata-rata pendapatan usaha pertanian perorangan di Indonesia adalah Rp 66,82 juta per tahun.
Sementara jika menurut Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) tahun 2021, rata-rata unit usaha pertanian perorangan memperoleh pendapatan sebesar Rp 15,41 juta dalam setahun. Dengan itu dapat diartikan rerata pendapatan usaha pertanian perorangan telah mengalami peningkatan sampai lebih dari 4 kali lipat.
BPS turut melaporkan bahwa dari seluruh usaha pertanian di Indonesia pada tahun 2023, sebanyak 68,10 persen termasuk dalam kategori petani skala kecil. Dari kategori itu, secara nasional di 2023, petani skala kecil di Indonesia disebutkan mampu memperoleh pendapatan sebesar 8,50 US$ PPP (Purchasing Power Parities) di mana 1 US$ PPP sama dengan Rp 5.239,05 sehingga menjadi setara dengan Rp 44.507 per hari kerja.
Di sisi lain, pada tahun 2023, petani yang tidak termasuk kategori petani skala kecil dilaporkan mampu memperoleh pendapatan sebesar 368,34 US$ PPP atau setara dengan Rp 1.929.764 per hari kerja. Ini naik signifikan karena pada 2021, menurut hasil SITASI, petani kategori ini kala itu hanya mampu menghasilkan pendapatan sebesar 106,54 US$ PPP atau setara dengan Rp 506.983 per hari kerja.
"Kami di Badan Pangan Nasional bersyukur pendapatan sedulur petani masih terjaga baik dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ini turut menandakan ekosistem pangan yang dibangun mulai dari hulu sampai hilir, berjalan cukup baik. Kita meyakini apabila semangat produktivitas petani terus menggebu, tentu ketercukupan kebutuhan konsumsi pangan dari pasokan domestik mampu terwujud, sehingga kemandirian pangan nasional pun kian kokoh," ujar Arief.