JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu hasil penghitungan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kelengkapan rumah dinas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, pihaknya sedang mengumpulkan informasi dan dokumen untuk diberikan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Ini kan yang menghitung kerugian negaranya dari BPKP. BPKP itu butuh dokumen-dokumen terkait dengan pengadaan itu," kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Kamis 3 Oktober 2024.
Jenderal polisi bintang satu itu menjelaskan, pemberian dokumen ke BPKP itu yang membuat KPK belakangan tidak melakukan pemanggilan saksi-saksi.
"Jadi kita sedang memenuhi itu (pemberian dokumen ke BPKP)," kata Asep.
Di sisi lain, kata Asep, Tim Satgas KPK yang menangani kasus ini sedang mengusut perkara dugaan korupsi di wilayah Jawa Timur.
"Tapi untuk update-nya sekarang sedang memenuhi dokumen-dokumen dan lain-lain yang diperlukan untuk melakukan perhitungan kerugian keuangan negara," kata Asep.
Untuk diketahui, KPK sedang mengusut dugaan korupsi terkait pengadaan kelengkapan furniture atau perabotan di rumah dinas anggota DPR RI.
Berdasarkan informasi, KPK sudah menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka dalam kasus pengadaan barang dan jasa di DPR RI.
Mereka ialah Sekjen DPR RI Indra Iskandar; Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR Hiphi Hidupati; Direktur Utama PT Daya Indah Dinamika Tanti Nugroho; dan Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada Juanda Hasurungan Sidabutar.
Kemudian Direktur Operasional PT Avantgarde Production Kibun Roni; Project Manager PT Integra Indocabinet Andrias Catur Prasetya; dan Edwin Budiman (swasta).
Selain itu, KPK melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham telah mencegah para tersangka dimaksud bepergian ke luar negeri selama enam bulan pertama.
Indra sebelumnya sempat mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan perihal penetapan tersangka dan penyitaan barang oleh penyidik KPK. Namun Indra mencabut gugatan tersebut.
Dalam proses penyidikan, KPK juga telah menggeledah Kantor Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI dan empat lokasi berbeda di wilayah Jakarta pada 29 April dan 30 April 2024.
Empat lokasi lainnya itu merupakan kediaman dan kantor dari para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Dari sejumlah lokasi itu, penyidik menyita sejumlah dokumen pengerjaan proyek hingga transaksi keuangan berupa transfer uang.
Korupsi proyek yang nilai anggarannya mencapai Rp120 miliar itu ditaksir merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah. Perbuatan melawan hukum itu diduga dilakukan oleh sejumlah perusahaan yang menjadi pelaksana dalam proyek tersebut.
Modus yang digunakan yaitu diduga menggunakan bendera perusahaan lain serta pengadaan yang hanya formalitas. Di mana, pengadaan itu untuk kelengkapan rumah jabatan di Kalibata dan Ulujami.
Setidaknya, ada empat tender pada tahun tersebut yang dilakukan oleh Setjen DPR RI yang diduga dikorupsi, yakni tender pengadaan tersebut untuk Rumah Jabatan Anggota DPR RI Blok A-B di Kalibata senilai Rp38.928.186.000; Blok C-D Kalibata senilai Rp36.797.807.376; Blok E-F Kalibata senilai Rp32.863.600.000; dan Ulujami senilai Rp9.752.255.700.